AsbabunNuzul Surah Al Baqarah Ayat 190, 191, 192, dan 193. Menerangkan latar belakang sejarah/historis turunnya ayat-ayat Al Qur'an: surah Al Baqarah ayat ke-190, 191, 192, dan 193. وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ 3 Diharamkan bagi kalian memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kalian menyembelihnya, dan diharamkan bagi kalian yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah, mengundi nasib dengan anak panah itu adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agama kalian, sebab itu janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian NikmatKu. dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagi kalian. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa. sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah Swt. memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya melalui kalimat berita ini yang di dalamnya terkandung larangan memakan bangkai-bangkai yang diharamkan. Yaitu hewan yang mati dengan sendirinya tanpa melalui proses penyembelihan, juga tanpa melalui proses pemburuan. Hal ini tidak sekali-kali diharamkan, melainkan karena padanya terkandung mudarat bahaya, mengingat darah pada hewan-hewan tersebut masih tersekap di dalam tubuhnya; hal ini berbahaya bagi agama dan tubuh. Untuk itulah maka Allah mengharamkannya. Tetapi dikecualikan dari bangkai tersebut yaitu ikan, karena ikan tetap halal, baik mati karena disembelih ataupun karena penyebab lainnya. Hal ini berdasarkan kepada apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam kitab Muwatta '-nya, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad di dalam kitab musnad masing-masing, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, Imam Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah di dalam kitab sunnah mereka, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahih masing-masing, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai air laut. Maka beliau Saw. menjawab "هُوَ الطَّهُور مَاؤُهُ الحِلُّ مَيْتَتُهُ Laut itu airnya suci dan menyucikan lagi halal bangkainya. Hal yang sama dikatakan terhadap belalang yakni bangkainya, menurut hadis yang akan dikemukakan berikutnya. **** Firman Allah Swt. {وَالدَّمُ} dan darah. Al-Maidah 3 Yang dimaksud dengan darah ialah darah yang dialirkan. Sama pengertiannya dengan ayat lain, yaitu firman-Nya {أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا} atau darah yang mengalir. Al-An'am 145 Demikianlah menurut Ibnu Abbas dan Sa'id ibnu Jubair. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Kasir ibnu Syihab Al-Mizhaji, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id ibnu Sabiq, telah menceritakan kepada kami Amr yakni Ibnu Qais, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah ditanya mengenai limpa. Maka ia menjawab, "Makanlah limpa itu oleh kalian." Mereka berkata, 'Tetapi limpa itu adalah darah?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Sesungguhnya yang diharamkan atas kalian itu hanyalah darah yang mengalir." Hal yang sama diriwayatkan oleh Hammad ibnu Salamah, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Al-Qasim, dari Siti Aisyah yang mengatakan bahwa sesungguhnya darah yang dilarang itu hanyalah darah yang mengalir. قَالَ أَبُو عَبْدِ اللَّهِ مُحَمَّدُ بْنُ إِدْرِيسَ الشَّافِعِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "أحِلَّ لَنَا مَيْتَتَانِ ودمان، فأما الميتتان فالحوت والجراد، وأما الدمان فَالْكَبِدُ وَالطُّحَالُ". Abu Abdullah Muhammad ibnu Idris Asy-Syafii mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Ibnu Umar secara marfu’ bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Adapun dua jenis bangkai yaitu ikan dan belalang, dan dua jenis darah yaitu hati dan limpa. Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal, Ibnu Majah, Ad-Daruqutni, dan Imam Baihaqi melalui hadis Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam yang menurut Imam Baihaqi dinilai daif. Diriwayatkan oleh Ismail ibnu Abu Idris, dari Usamah, Abdullah dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari Ibnu Umar secara marfu'. Menurut kami, ketiga-tiganya daif tetapi sebagian dari mereka lebih baik daripada sebagian yang lain. Sulaiman ibnu Bilal —salah seorang yang dinilai Sabat kuat— telah meriwayatkannya dari Zaid ibnu Aslam, dari Ibnu Umar secara mauauf hanya sampai pada Ibnu Umar menurut sebagian dari mereka. Menurut Abu Zar'ah Ar-Razi, yang mengatakan mauquf lebih sahih. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Syuraih, dari Abu Galib, dari Abu Umamah yaitu Sada ibnu Ajlan yang menceritakan, "Rasulullah Saw. pernah mengutusku kepada suatu kaum untuk menyeru mereka kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengajarkan kepada mereka syariat Islam. Lalu aku datang kepada mereka. Ketika kami sedang bertugas, tiba-tiba mereka datang membawa sepanci darah yang telah dimasak manis, kemudian mereka mengerumuninya dan menyantapnya. Mereka berkata, 'Kemarilah hai Sada, makanlah bersama kami'." Sada berkata, "Celakalah kalian, sesungguhnya aku datang kepada kalian dari seseorang Nabi yang mengharamkan makanan ini atas kalian, maka terimalah larangan darinya ini." Mereka bertanya, "Apakah hal yang melarangnya?" Maka aku Sada membacakan kepada mereka ayat ini, yaitu firman-Nya Diharamkan bagi kalian memakan bangkai dan darah. Al-Maidah 3, hingga akhir ayat. Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Abusy Syawarib berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal. Ia menambahkan sesudah konteks ini bahwa Sada melanjutkan kisahnya, "Maka aku bangkit mengajak mereka untuk masuk Islam, tetapi mereka membangkang terhadapku, lalu aku berkata, 'Celakalah kalian ini, berilah aku air minum, karena sesungguhnya aku sangat haus.' Saat itu aku memakai jubah 'abayah-ku. Mereka menjawab, 'Kami tidak mau memberimu air minum dan kami akan biarkan kamu hingga mati kehausan.' Maka aku menderita karena kehausan, lalu aku tutupkan kain 'abayah-ku ke kepalaku dan tidur di padang pasir di panas yang sangat terik. Dalam tidurku aku bermimpi kedatangan seseorang yang datang membawa sebuah wadah dari kaca yang sangat indah dan belum pernah dilihat oleh manusia. Di dalam wadah itu terdapat minuman yang manusia belum pernah merasakan minuman yang selezat itu. Lalu orang tersebut menyuguhkan minuman itu kepadaku dan aku langsung meminumnya. Setelah selesai minum, aku terbangun. Demi Allah, aku tidak merasa kehausan lagi dan tidak pernah telanjang tidak berpakaian lagi sesudah mereguk minuman tersebut." Imam Hakim meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak-nya, dari Ali ibnu Hammad, dari Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Salamah ibnu Ayyasy Al-Amiri, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Haram, dari Abu Galib, dari Abu Umamah, lalu ia menuturkan hadis yang semisal. Menurut riwayat ini ditambahkan sesudah kalimat "sesudah mereguk minuman tersebut" hal berikut, yaitu "Maka aku Sada mendengar mereka mengatakan, 'Orang yang datang kepada kalian ini dari kalangan orang hartawan kalian. Mengapa kalian tidak menyuguhkan minuman susu dan air kepadanya?" Maka mereka menyuguhkan minuman air susu yang dicampur dengan air, dan aku katakan kepada mereka, 'Aku tidak memerlukannya lagi. Sesungguhnya Allah telah memberiku makan dan minum.’ lalu aku perlihatkan kepada mereka perutku, hingga semuanya percaya bahwa aku telah kenyang." Alangkah baiknya apa yang didendangkan oleh Al-A'sya seorang penyair dalam qasidah syairnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishak, yaitu وإياكَ وَالْمَيْتَاتِ لَا تقربنَّها ... وَلَا تَأْخُذَنَّ عَظْمًا حَدِيدًا فَتَفْصِدَا ... Hindarilah olehmu bangkai-bangkai itu, jangan sekali-kali kamu mendekatinya, dan jangan sekali-kali kamu mengambil tulang yang tajam, lalu kamu menyedot darah ternak yang hidup. Dengan kata lain, janganlah kamu lakukan perbuatan Jahiliah. Demikian itu karena seseorang dari mereka bila merasa lapar, ia mengambil sesuatu yang tajam dari tulang dan lainnya, kemudian ia menyedot darah ternak untanya atau ternak dari jenis lainnya. Kemudian ia kumpulkan darah yang keluar dari ternak itu, lalu meminumnya. Karena itulah Allah rnengharamkan darah atas umat ini. Kemudian Al-Asya’ mengatakan pula وَذَا النّصُب المنصوبَ لَا تَأتينّه ... وَلَا تَعْبُدِ الْأَصْنَامَ وَاللَّهَ فَاعْبُدَا ... Dan tugu yang dipancangkan itu jangan sekali-kali kamu datangi, dan janganlah kamu sembah berhala, tetapi sembahlah Allah dengan sebenar-benarnya. ***** Firman Allah Swt, {وَلَحْمُ الْخِنزيرِ} dan daging babi. Al-Maidah 3 Yaitu baik yang jinak maupun yang liar. Pengertian lahm mencakup semua bagian tubuh babi, hingga lemaknya. Dalam hal ini tidak diperlukan pemahaman yang 'sok pintar' dari kalangan mazhab Zahiri dalam kestatisan mereka menanggapi ayat ini dan pandangan mereka yang keliru dalam memahami makna firman-Nya {فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا} —karena sesungguhnya semua itu kotor—atau binatang. Al-An'am 145 Dalam konteks firman-Nya {إِلا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنزيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ} kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi —karena sesungguhnya semuanya itu kotor— Al-An'am 145 Mereka merujukkan damir yang ada pada lafaz fainnahu kepada lafaz khinzir dengan maksud agar mencakup semua bagian tubuhnya. Padahal pemahaman ini jauh dari kebenaran menurut penilaian lugah bahasa, karena sesungguhnya damir itu tidak dapat dirujuk kecuali kepada mudaf, bukan mudafilaih. Menurut pengertian lahiriah, kata daging’ mempunyai pengertian yang mencakup semua anggota tubuh dalam terminologi bahasa, juga menurut pengertian tradisi yang berlaku. Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Buraidah ibnul Khasib Al-Aslami yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda "مَنْ لَعِبَ بالنردَشير فَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَدَهُ فِي لَحْمِ الْخِنْزِيرِ وَدَمِهِ" Barang siapa yang bermain nartsyir karambol, maka seakan-akan mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi. Dengan kata lain, bilamana peringatan ini hanya sekadar menyentuh, maka dapat dibayangkan kerasnya ancaman dan larangan bila memakan dan menyantapnya. Di dalam hadis ini terkandung makna yang menunjukkan mencakup pengertian daging terhadap semua anggota tubuh, termasuk lemak dan lain-lainnya. Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda "إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ". فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ، فَإِنَّهَا تُطْلَى بِهَا السُّفُنُ، وَتُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ، ويَسْتَصبِحُ بِهَا النَّاسُ؟ فَقَالَ "لَا هُوَ حَرَامٌ". Sesungguhnya Allah mengharamkan jual beli khamr. bangkai, daging babi, dan berhala. Maka diajukan pertanyaan, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu tentang lemak bangkai? Karena sesungguhnya lemak bangkai dipakai sebagai dempul untuk melapisi perahu dan dijadikan sebagai minyak untuk kulit serta dipakai sebagai minyak lampu penerangan oleh orang-orang," Rasulullah Saw. menjawab Jangan, itu tetap haram. Di dalam kitab Sahih Bukhari melalui hadis Abu Sufyan disebutkan bahwa Abu Sufyan mengatakan kepada Heraklius, Raja Romawi, "Beliau Nabi Saw. melarang kami memakan bangkai dan darah." **** Firman Allah Swt. {وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ} dan daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah. Al-Maidah 3 Yaitu hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, hewan tersebut menjadi haram. Karena Allah Swt mengharuskan bila makhluk-Nya disembelih agar disebut asma-Nya Yang Mahaagung. Oleh karena itu, manakala hal ini disimpangkan diselewengkan dan disebutkan pada hewan tersebut nama selain Allah ketika hendak menyembelihnya, misalnya nama berhala atau tagut atau wasan atau makhluk lainnya, maka sembelihan itu hukumnya haram menurut kesepakatan semua. Para ulama hanya berselisih pendapat mengenai tidak membaca tasmiyah Basmalah dengan sengaja atau lupa, seperti yang akan diterangkan nanti dalam tafsir surat Al-An'am. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan As-Sanjani, telah menceritakan kepada kami Na'im ibnu Hammad, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Al-Walid ibnu Jami', dari Abut Tufail yang mengatakan bahwa Nabi Adam diturunkan dalam keadaan diharamkan empat perkara, yaitu bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih atas nama selain Allah. Sesungguhnya keempat perkara ini belum pernah dihalalkan sama sekali, dan masih tetap haram sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Ketika zaman kaum Bani Israil, Allah mengharamkan atas mereka makanan yang baik-baik yang dahulunya dihalalkan bagi mereka, karena dosa-dosa mereka. Ketika Allah mengutus Nabi Isa ibnu Maryam ia mengembalikan kepada hukum pertama yang didatangkan oleh Nabi Adam, dan dihalalkan bagi mereka selain hal-hal tersebut, tetapi mereka mendustakannya dan mendurhakainya. Asar ini dinilai garib. Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Rib'i, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Jarud ibnu Abu Sabrah kakek Abdullah meriwayatkan asar berikut, bahwa dahulu ada seorang lelaki dari kalangan Bani Rabah yang dikenal dengan nama Ibnu Wail. Dia adalah seorang penyair, ia menantang Abul Farazdaq, melakukan suatu pertandingan di sebuah mata air yang ada di luar kota Kufah. Masing-masing dari kedua belah pihak menyembelih seratus ekor untanya jika telah sampai di mata air siapa yang paling cepat di antara keduanya, dialah yang menang. Ketika ternak unta telah sampai di mata air tersebut, keduanya bersiap-siap dengan pedang masing-masing dan mulai memegang leher ternaknya. Maka orang-orang berdatangan dengan mengendarai keledai dan begal dengan maksud ingin mendapat dagingnya. Sedangkan saat itu sahabat Ali berada di Kufah. Lalu sahabat Ali keluar dengan mengendarai hewan begal berwarna putih milik Rasulullah Saw., lalu ia berseru kepada orang-orang, "Hai manusia, janganlah kalian memakan dagingnya, karena sesungguhnya daging tersebut hasil sembelihan yang tidak disebutkan asma Allah padanya!" Asar ini garib. Tetapi ada syahid yang membuktikan kesahihannya, yaitu sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ مَسْعَدة، عَنْ عَوْفٍ، عَنِ أَبِي رَيْحانة، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ مُعاقرة الْأَعْرَابِ. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Mas-'adah, dari Auf, dari Abu Raihanah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan Rasulullah Saw. melarang memakan daging dari pertandingan orang-orang Badui menyembelih ternak unta. Kemudian Imam Abu Daud mengatakan bahwa Muhammad ibnu Ja'far yaitu Gundar me-mauquf-kan hadis ini pada Ibnu Abbas. Hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara munfarid. وَقَالَ أَبُو دَاوُدَ أَيْضًا حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ زَيْدِ بْنِ أَبِي الزَّرْقَاءِ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا جَرِيرُ بْنُ حَازِمٍ، عَنِ الزُّبَيْرِ بْنِ خِرِّيتٍ قَالَ سَمِعْتُ عِكْرِمة يَقُولُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ طَعَامِ الْمُتَبَارِيَيْنِ أَنْ يُؤْكَلَ. Imam Abu Daud mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Zaid ibnu Abuz Zarqa, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, dari Az-Zubair ibnu Hurayyis yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ikrimah mengatakan Sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang memakan makanan hasil pertandingan menyembelih yang dilakukan oleh orang-orang yang bertanding. Kemudian Abu Daud mengatakan bahwa kebanyakan orang yang meriwayatkannya —selain Ibnu Jarir— tidak menyebutkan pada sanadnya nama Ibnu Abbas. Hadis ini diriwayatkan secara munfarid pula. **** Firman Allah Swt. {وَالْمُنْخَنِقَةُ} dan hewan yang tercekik.Al-Maidah 3 Yaitu hewan ternak yang mati tercekik, baik disengaja ataupun karena kecelakaan, misalnya tali pengikatnya mencekiknya karena ulahnya sendiri hingga ia mati; maka hewan ini haram dagingnya. Makna lafaz {الْمَوْقُوذَةُ} mauquzah artinya hewan yang mati dipukuli dengan benda berat, tetapi tidak tajam. Menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, mauauzah ialah hewan yang dipukuli dengan kayu hingga sekarat, lalu mati. Qatadah mengatakan, orang-orang Jahiliah biasa memukuli hewannya dengan tongkat sampai mati, lalu mereka memakannya. Di dalam kitab sahih disebutkan bahwa Addi ibnu Hatim pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membidik hewan buruan dengan lembing dan mengenainya." Rasulullah Saw. bersabda "إِذَا رَمَيْتَ بِالْمِعْرَاضِ فخَزَق فَكُلْه، وَإِنْ أَصَابَهُ بعَرْضِه فَإِنَّمَا هُوَ وَقِيذ فَلَا تَأْكُلْهُ" Apabila kamu melempar buruan dengan lembingmu, lalu menusuknya, maka makanlah. Jika yang mengenainya adalah bagian sampingnya, sesungguhnya hewan buruan itu mati terpukul, maka janganlah kamu memakannya. Dalam hal ini dibedakan antara sasaran yang dikenai oleh anak panah dan tombak serta sejenisnya, yakni dengan bagian yang tajamnya, maka hukumnya halal. Sedangkan hewan yang dikenai oleh bagian sampingnya maka hewan itu dihukumi mati karena terpukul, sehingga tidak halal. Demikianlah yang disepakati di kalangan ulama fiqih. Mereka berselisih pendapat dalam masalah bila hewan pemburu menabrak hewan buruannya, lalu hewan buruan itu mati karena tubuh hewan pemburu yang berat, tanpa melukainya. Ada dua pendapat mengenainya. Imam Syafii mempunyai dua pendapat sehubungan dengan masalah ini, yaitu Pertama, tidak halal. Perihalnya sama dengan masalah melempar buruan dengan anak panah dan yang mengenainya adalah bagian samping dari anak panah. Segi persamaannya adalah karena masing-masing hewan itu mati tanpa dilukai, dan penyebab matinya adalah terpukul. Kedua, halal, mengingat ketentuan hukum yang membolehkan memakan hasil buruan anjing pemburu tidak memakai rincian. Hai ini menunjukkan boleh memakan hasil buruannya yang tidak dilukai tetapi matinya karena tertabrak oleh anjing pemburu, karena hal ini termasuk ke dalam pengertian umum dari hukum tersebut. Sehubungan dengan masalah ini kami membuat suatu pasal khusus seperti penjelasan berikut. Sebuah pasal Para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan masalah bila seseorang melepaskan anjing pemburunya untuk mengejar hewan buruan, lalu hewan buruan tersebut mati karena tertabrak oleh anjing pemburu tanpa melukainya. Apakah hukum hewan buruan itu halal atau tidak? Ada dua pendapat untuk menjawabnya, seperti penjelasan berikut Pendapat pertama mengatakan bahwa hewan buruan tersebut halal karena termasuk ke dalam pengertian umum firman Allah Swt. yang mengatakan {فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ} Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian. Al-Maidah 4 Termasuk pula ke dalam pengertian umum hadis yang diceritakan oleh Addi ibnu Hatim di atas. Demikianlah pendapat yang diriwayatkan oleh murid-murid Imam Syafii. dari Imam Syafii, dan dinilai sahih oleh sebagian kalangan ulama muta-akhkhirin, antara lain seperti Imam Nawawi dan Imam Rafii. Menurut kami. hal tersebut kurang jelas dari pendapat Imam Syafi’i rahimahullah di dalam kitab Al-Umm dan Al-Mukhtasar. Karena sesungguhnya dalam kedua kitab tersebut ia mengatakan hal yang mengandung dua makna. Kemudian ia mengemukakan alasannya masing-masing, lalu murid-muridnya menginterpretasikannya dari keterangan tersebut Kemudian mereka mengatakan sehubungan dengan masalah ini ada dua pendapat darinya Imam Syafii. Hanya saja pada pendapat yang mengatakan halal, Imam Syafii agak menonjolkan kecenderungannya; tetapi pada garis besarnya dia tidak menegaskan salah satunya, tidak pula menjelaskan pendiriannya. Pendapat yang mengatakan halal darinya dinukil oleh Ibnus Sabbagh, dari Abu Hanifah melalui riwayat Al-Hasan ibnu Ziyad, tetapi tidak disebutkan pendapat lainnya. Abu Ja'far ibnu Jarir, dia meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Salman Al-Farisi dan Abu Hurairah, dan Sa'd ibnu Abu Waqqas serta Ibnu Umar. Tetapi riwayat ini gorib sekali, mengingat tidak ditemukan adanya keterangan yang menjelaskan hal tersebut yang bersumberkan dari mereka, melainkan hanya keluar dari ijtihad Imam Syafii sendiri. Pendapat kedua mengatakan bahwa hewan tersebut tidak halal. Pendapat ini merupakan salah satu dari dua pendapat yang bersumber dari Imam Syafii rahimahullah Pendapat ini dipilih oleh Al-Muzanni, dan dari ulasan Ibnus Sabbag tampak jelas bahwa dia menguatkannya. Abu Yusuf dan Muhammad meriwayatkannya dari Abu Hanifah. Pendapat ini merupakan pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad ibnu Hambal dan lebih mendekati kepada kebenaran, karena lebih sesuai dengan kaidah-kaidah Usul serta lebih menyentuh pokok-pokok syariat. Ibnus Sabbag mengemukakan dalil untuk pendapat ini dengan sebuah hadis yang diceritakan oleh Rafi' ibnu Khadij, yaitu قُلْتُ يَا رَسُولَ الله، إنا لاقو العدو غدا وليس معنا مُدًى، أَفَنَذْبَحُ بالقَصَب؟ قَالَ "مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ" "Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami akan bersua dengan musuh besok, sedangkan kami tidak mempunyai pisau. Bolehkah kami menyembelih dengan aasab welat bambu'?" Rasulullah Saw. menjawab Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan asma Allah ketika menyembelihnya, maka makanlah sembelihan itu oleh kalian. Hadis secara lengkapnya terdapat di dalam kitab Sahihain. Hukum ini sekalipun dinyatakan karena penyebab yang khusus, tetapi hal yang dianggap ialah keumuman lafaznya menurut jumhur ulama usul dan ulama fiqih. Perihalnya sama dengan suatu pertanyaan yang pernah diajukan kepada Nabi Saw. mengenai al-bit'u, yaitu minuman nabiz yang terbuat dari madu. Beliau Saw. menjawab melalui sabdanya "كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ" Semua jenis minuman yang memabukkan hukumnya haram. Maka adakah seorang ahli fiqih yang mengatakan bahwa lafaz ini hanya khusus berkaitan dengan minuman madu? Perihalnya sama saja ketika mereka bertanya kepada Nabi Saw. tentang suatu sembelihan. Beliau menjawab mereka dengan kata-kata yang mengandung makna umum yang membuat si penanya —juga yang lainnya— berpikir mencernanya, mengingat Nabi Saw. telah dianugerahi jawami'ul kalim. Apabila hal ini telah jelas, maka binatang buruan yang ditabrak oleh anjing pemburu atau yang ditindihinya dengan berat badannya hingga mati bukan termasuk hewan yang dialirkan darahnya. Karena itu, hewan buruan tersebut tidak halal. Demikianlah makna yang terkandung di dalam hadis ini. Apabila dikatakan bahwa hadis yang dimaksud sama sekali bukan termasuk ke dalam bab ini, karena mereka menanyakan kepada Nabi Saw. tentang alat yang dipakai untuk menyembelih, dan mereka tidak menanyakan tentang sesuatu yang disembelih. Karena itulah dikecualikan dari alat tersebut gigi dan kuku. Hal ini diungkapkan melalui sabdanya "لَيْسَ السِّنُّ وَالظُّفُرُ، وسأحدثكم عن ذلك أما السن فعظم، وأما الظُّفُرُ فَمُدي الْحَبَشَةِ" Tidak boleh memakai gigi dan kuku, aku akan menceritakan kepada kalian mengenainya. Adapun gigi berasal dari tulang, dan kuku adalah pisau orang-orang Habsyah. Sedangkan mustasna menunjukkan jenis dari mustasha minhu. Jika tidak demikian, berarti tidak muttasil berkaitan. Dengan demikian, maka hal ini menunjukkan bahwa yang ditanyakan adalah alatnya, sehingga tidak ada dalil bagi apa yang Anda sebutkan. Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa di dalam alasan yang Anda kemukakan terkandung hal yang sulit Anda cerna, mengingat sabda Nabi Saw. mengatakan "مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ" Alat apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan asma Allah padanya, maka makanlah oleh kalian sembelihan itu. Dalam hadis ini tidak disebutkan, "Maka sembelihlah hewan itu dengan alat tersebut." Dengan demikian, berarti dari hadis ini dapat disimpulkan dua hukum sekaligus, yaitu mengenai hukum alat yang dipakai untuk menyembelih dan hukum hewan yang disembelih; darahnya harus dialirkan dengan alat yang bukan berupa gigi, bukan pula kuku. Ini adalah suatu analisis. Analisis yang kedua menurut cara Al-Muzanni, yaitu masalah anak panah dijelaskan padanya, bahwa jika binatang buruan terkena bagian sampingnya kayunya, tidak boleh dimakan; jika tertembus oleh anak panahnya, boleh dimakan. Sedangkan dalam masalah anjing pemburu disebutkan secara mudak, karena itu masalahnya diinterpretasikan dengan rincian yang ada pada masalah anak panah, yaitu yang menembus sasarannya. Karena kedua masalah tersebut mempunyai persamaan pada subyeknya, yaitu binatang buruan, untuk itulah wajib dalam masalah ini disamakan dengan masalah anak panah, sekalipun penyebabnya berbeda. Perihalnya sama dengan wajib mengartikan mutlaknya merdeka dalam masalah zihar terhadap masalah keterikatan merdeka dengan sumpah dalam masalah pembunuhan. Bahkan dalam masalah yang sedang kita bahas ini lebih utama; hal ini akan dimengerti oleh orang yang memahami kaidah asal pokok mengenainya secara apa adanya. Kaidah ini tiada yang memperselisihkannya di antara para ulama yang bersangkutan secara menyeluruh. Sudah merupakan suatu keharusan bagi mereka menanggapi masalah ini. Seseorang boleh mengatakan bahwa hewan buruan ini dibunuh oleh anjing pemburu dengan berat badannya, maka hewan buruan ini tidak halal karena dikiaskan kepada masalah hewan buruan yang terbunuh oleh bagian samping anak panah yakni terpukul olehnya. Kesamaan yang ada dalam kedua masalah ialah masing-masing dari keduanya menggunakan alat berburu, sedangkan binatang buruan mati karena beratnya alat dalam masing-masing kasus. Hal ini tidak bertentangan dengan keumuman makna ayat mengenainya, karena kias didahulukan atas keumuman makna, seperti yang dianut oleh mazhab para imam yang empat dan jumhur ulama. Analisis ini dinilai baik pula. Analisis lainnya mengatakan bahwa firman Allah Swt. yang mengatakan {فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ} Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian. Al-Maidah 4 Mengandung makna yang umum mencakup hewan buruan yang mati karena luka atau lainnya. Tetapi hewan yang terbunuh dengan cara tersebut dan masih diperselisihkan kehalalannya, tidak terlepas adakalanya mati karena tertanduk atau cara lain yang sama hukumnya, atau tercekik, atau cara lain yang sama hukumnya. Dalam keadaan bagaimanapun wajib memprioritaskan ayat ini atas dalil-dalil lainnya, karena alasan-alasan berikut Pertama, Pentasyri' menetapkan hukum ayat ini dalam kasus perburuan. yaitu ketika beliau mengatakan kepada Addi ibnu Hatim, Dan Jika hewan buruan itu terkena oleh bagian sampingnya, sesungguhnya hewan itu sama dengan mati karena terpukul. Maka janganlah kamu memakannya!" Kami belum pernah mengetahui ada seorang ulama yang memisahkan antara suatu hukum dengan hukum ayat ini, lalu ia mengatakan bahwa sesungguhnya hewan yang mati terpukul dapat dimakan bila merupakan hasil dari perburuan, sedangkan kalau yang tertanduk tidak dapat dimakan. Dengan demikian, berarti pendapat membolehkan hal yang diperselisihkan kehalalannya melanggar kesepakatan ijma', bukan sebagai orang yang mendukung ijma', dan hal ini dilarang menurut kebanyakan ulama. Kedua, bahwa firman-Nya yang mengatakan {فَكُلُوا مِمَّا أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ} Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian. Al-Maidah 4 Tidak mengandung makna yang umum secara ijma', melainkan dikhususkan bagi hewan buruan yang dapat dimakan dagingnya. Dikecualikan dari keumuman makna lafaznya hewan yang tidak boleh dimakan, menurut kesepakatan ulama. Sedangkan pengertian umum yang telah dikenal harus lebih didahulukan daripada yang tidak dikenal. Analisis lain mengatakan bahwa binatang buruan seperti itu sama hukumnya dengan bangkai, karena darahnya tertahan, begitu pula cairan lainnya yang mengikutinya; maka hukumnya tidak halal karena dikiaskan kepada bangkai. Analisis lainnya mengatakan bahwa ayat tahrim yang mengatakan {حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ} Diharamkan bagi kalian bangkai. Al-Maidah 3, hingga akhir ayat bersifat muhkam, tidak ada nasakh, dan tidak ada takhsis yang memasukinya. Demikian juga selayaknya ayat tahlil bersifat muhkam pula. Yang dimaksud dengan ayat tahlil ialah firman Allah Swt. يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ Mereka menanyakan kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik." Al-Maidah 4, hingga akhir ayat. Sudah selayaknya tidak boleh ada pertentangan di antara keduanya secara mendasar, dan datanglah peran sunnah yang menjelaskan hal tersebut. Sebagai buktinya ialah disebutkan dalam kisah berburu memakai anak panah hukum yang termasuk ke dalam makna ayat ini, yaitu bila hewan buruan tersebut tertembus oleh anak panah, maka hukumnya halal karena termasuk ke dalam pengertian tayyibat yang baik-baik. Sedangkan dalam waktu yang sama ada pula pada hadis ini pengertian yang termasuk ke dalam hukum ayat tahrim. Yaitu bilamana hewan buruan mati terkena bagian sampingnya, maka ia tidak boleh dimakan, karena sama saja dengan mati terpukul. Dengan demikian, masalahnya termasuk ke dalam salah satu dari rincian makna ayat tahrim. Demikian pula sudah seharusnya disamakan hukum hewan buruan yang dilukai oleh anjing pemburu, maka hewan buruan tersebut termasuk ke dalam hukum ayat tahlil. Jika tidak dilukai, melainkan ditabrak —atau binatang buruan mati karena tertanduk— atau hal lainnya yang sama hukumnya, maka hewan buruan tersebut tidak halal. Jika ditanyakan, "Mengapa tidak ada rincian dalam hukum berburu memakai anjing pemburu? Tetapi menurut kalian, bila hewan buruan dilukai, hukumnya halal; dan bila tidak dilukai, hukumnya haram?" Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa hal tersebut jarang, mengingat anjing pemburu selalu membunuh hewan buruannya dengan kuku atau dengan taring atau dengan keduanya. Sedangkan deraan cara menabrak hewan buruannya, hal ini jarang sekali terjadi. Jarang pula terjadi anjing pemburu membunuh hewan buruannya dengan menindihnya. Karena itu, tidak diperlukan adanya pengecualian hal seperti itu, mengingat kejadiannya sangat langka. Atau memang masalahnya sudah jelas hukumnya bagi orang yang mengetahui haramnya bangkai, hewan yang mati tercekik, hewan yang mati terpukul, hewan yang mati jatuh dari ketinggian, dan hewan yang mati karena tertanduk. Mengenai masalah berburu memakai anak panah tombak, adakalanya si pelempar pemburu melenceng bidikannya karena kurang pandai atau sengaja bermain-main atau karena lain-lainnya, bahkan kelirunya lebih banyak daripada mengenai buruannya. Karena itulah masing-masing hukumnya disebutkan secara rinci. Karena itulah anjing pemburu itu adakalanya memakan sebagian binatang buruannya. Maka disebutkan hukumnya secara rinci, yaitu apabila anjing pemburu memakan sebagian dari binatang buruannya. Untuk itu Nabi Saw. bersabda "إِنْ أَكَلَ فَلَا تَأْكُلْ، فَإِنِّي أَخَافُ أَنْ يَكُونَ أَمْسَكَ عَلَى نَفْسِهِ" Jika anjing itu memakannya, maka janganlah kamu makan, karena sesungguhnya aku merasa khawatir bila anjing itu menangkap buruan untuk dirinya sendiri bukan untuk tuan yang melepaskannya. Hadis ini sahih dan terdapat di dalam kitab Sahihain. Hukum yang disebutkan dalam hadis ini pun merupakan takhsis dari keumuman makna ayat tahlil menurut kebanyakan ulama. Mereka mengatakan, tidak halal hasil buruan yang anjing pemburunya memakannya. Demikian riwayat yang bersumber dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan, Asy-Sya'bi, dan An-Nakha'i. Pendapat ini pulalah yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah dan kedua temannya, juga Imam Ahmad ibnu Hambal dan Imam Syafii menurut pendapat yang terkenal darinya. Ibnu Jarir meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya, dari Ali, Sa'id, Salman, dan Abu Hurairah, Ibnu Umar serta Ibnu Abbas radhiyallahu anhum, bahwa binatang buruan boleh dimakan sekalipun anjing pemburunya memakan sebagian darinya. Hingga Sa'id, Salman, dan Abu Hurairah serta lain-lainnya mengatakan bahwa hewan buruan masih boleh dimakan sekalipun tiada yang tersisa kecuali hanya sepotong daging saja. Pendapat ini dipegang oleh Imam Malik, dan Imam Syafii dalam qaul qadim-nya mengatakan masalah ini. Tetapi dalam qaul jadid-nya. hanya mengisyaratkan kepada dua pendapat Demikian itu kata Imam Abu Nasr ibnu Sabbag dan lain-lainnya dari kalangan teman-temannya. Imam Abu Daud telah meriwayatkan dalam pendapatnya yang didasari dengan hadis yang bersanadkan jayyid lagi kuat dari Abu Sa'labah Al-Khusyani, dari Rasulullah Saw. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda mengenai anjing pemburu "إِذَا أَرْسَلْتَ كَلْبَكَ وَذَكَرْتَ اسْمَ اللَّهِ فَكُلْ وَإِنْ أَكَلَ مِنْهُ، وَكُلْ مَا رَدَّتْ عَلَيْكَ يَدُكَ" Apabila kamu melepaskan anjing pemburumu dan kamu menyebutkan nama Allah, maka makanlah hasil buruannya, sekalipun anjingmu memakan sebagian darinya, dan makan pulalah apa yang kamu tarik dengan tanganmu. Imam Nasai meriwayatkannya pula melalui hadis Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa seorang Arab Badui yang dikenal dengan nama Abu Sa'labah bertanya.”Wahai Rasulullah," lalu ia menyebutkan hadis yang semisal. قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ جَرِيرٍ فِي تَفْسِيرِهِ حَدَّثَنَا عِمْرَانُ بْنُ بَكَّار الكَلاعِيّ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ مُوسَى-هُوَ اللَّاحُونِيُّ-حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ دِينَارٍ -هُوَ الطَّاحِيُّ-عَنْ أَبِي إِيَاسٍ -وَهُوَ مُعَاوِيَةُ بْنُ قُرَّةَ-عَنْ سَعِيدِ بْنِ الْمُسَيَّبِ، عَنْ سَلْمَانَ الْفَارِسِيِّ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ "إِذَا أَرْسَلَ الرَّجُلُ كَلْبَهُ عَلَى الصَّيْدِ فَأَدْرَكَهُ وَقَدْ أَكَلَ مِنْهُ، فَلْيَأْكُلْ مَا بَقِيَ. Muhammad ibnu Jarir mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Bakkar Al-Kala'i, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Musa yaitu Al-Lahuni, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Dinar yakni At-Tahii. dari Abu Iyas yaitu Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman Al-Farisi, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda Bilamana seorang lelaki melepaskan anjing pemburunya terhadap hewan buruan, lalu anjing dapat menangkapnya dan memakan sebagian dari hewan buruannya, maka hendaklah ia memakan sisanya. Kemudian Ibnu Jarir menganalisis hadis ini, bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh Qatadah dan lain-lainnya, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman secara mauquf. Adapun pendapat jumhur ulama, mereka mendahulukan hadis Addi atas hadis ini, dan mereka menganggap daif hadis Abu Sa'labah dan lain-lainnya. Tetapi sebagian ulama ada yang mengulasnya, jika anjing pemburu memakan hewan buruannya sesudah lama menunggu tuannya dan ternyata masih belum datang juga, lalu ia memakannya karena lapar dan faktor lainnya, maka hewan buruan tersebut hukumnya tidak mengapa halal; demikianlah rinciannya secara panjang lebar. Karena dalam keadaan seperti itu tidak dikhawatirkan bahwa anjing tersebut menangkap hewan buruannya hanya untuk dirinya sendiri. Lain halnya jika anjing pemburu memakannya begitu dia menangkap hewan buruannya; dalam keadaan seperti ini tampak jelas bahwa dia menangkap hewan buruan itu untuk dirinya sendiri. Mengenai burung-burung pemangsa —menurut nas Imam Syafii— sama hukumnya dengan anjing pemburu. Dengan kata lain. haram hukumnya bila ia memakannya, menurut jumhur ulama; dan tidak haram, menurut ulama lainnya. Al-Muzanni dari kalangan teman kami memilih pendapat yang mengatakan tidak haram memakan hasil buruan burung pemangsa yang telah dimakan sebagiannya oleh burung yang memangsanya dan hewan pemburu lainnya. Pendapat ini dikatakan oleh mazhab Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Mereka mengatakan bahwa dikatakan demikian karena tidak mungkin mengajari burung pemangsa seperti mengajari anjing pemburu, misalnya memakai sarana pemukul dan sarana lainnya yang digunakan untuk mengajari anjing. Lagi pula burung pemangsa yang dijadikan hewan pemburu tidak mengetahui melainkan dia memakan sebagian dari binatang buruannya, karena itu keadaannya dimaafkan. Nas yang ada hanyalah menyebutkan rincian tentang anjing pemburu, bukan burung pemburu. Syekh Abu Ali mengatakan di dalam kitab Ifsah-nya, jika kita katakan haram memakan hewan buruan yang telah dimakan oleh anjing pemburu sebagiannya, maka dalam masalah hewan buruan yang dimakan oleh burung pemburu ada dua pendapat. Tetapi Abut Tayyib Al-Qadi menolak adanya rincian dan urutan ini pada nas Imam Syafii yang menunjukkan adanya persamaan di antara keduanya. ***** Yang dimaksud dengan {الْمُتَرَدِّيَةُ}mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh dari ketinggian atau tempat yang tinggi, lalu mati, hukumnya tidak halal. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh dari atas bukit. Qatadah mengatakan bahwa mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh ke dalam sumur. As-Saddi mengatakan bahwa mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh dari bukit atau terperosok ke dalam sumur yang dalam, lalu mati. {النَّطِيحَةُ} Natihah artinya hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya, maka hewan ini haram hukumnya, sekalipun terluka oleh tanduk dan darahnya keluar, sekalipun dari bagian penyembelihannya. Natihah ber-wazan fa'ilah. sedangkan maknanya maf'ulah,yakni مَنْطُوحَةٍhewan yang ditanduk. Bentuk lafaz ini kebanyakan di kalangan orang-orang Arab dalam pemakaiannya tidak memakai huruf ta ta-nis. mereka mengucapkannya 'ainun kahllun mata yang bercelak, kaffun khadibun tangan yang memakai pacar. Mereka tidak mengucapkannya kaffun khadibah, tidak pula 'ainun kahilah. Dalam lafaz ini sebagian kalangan ahli Nahwu mengatakan bahwa sesungguhnya pemakaian ta ta-nis dalam lafaz ini tiada lain karena dikategorikan ke dalam isim, sama halnya dengan perkataan mereka tariqa-tun tawilah jalan yang panjang. Sebagian lain dari kalangan ahli Nahwu mengatakan bahwa sesungguhnya pemakaian ta ta-nis dalam lafaz ini hanyalah untuk menunjukkan arti ta-nis sejak pemakaian semula, lain halnya dengan lafaz 'ainun kahilun dan kaffun khadibun, karena ta ta-nis telah dimengerti dari permulaan pembicaraan. **** Firman Allah Swt. {وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ} dan yang diterkam binatang buas. Al-Maidah 3 Artinya, hewan yang diterkam oleh singa atau harimau atau macan tutul atau oleh serigala atau oleh anjing liar, lalu dimakan sebagiannya dan mati, maka hewan tersebut haram hukumnya, sekalipun telah mengalir darahnya; dan yang dilukai pada bagian penyembelihannya, hukumnya tetap tidak halal menurut kesepakatan. Dahulu orang-orang Jahiliah memakan lebihan dari apa yang dimangsa oleh binatang pemangsa, baik yang dimangsa itu kambing, atau unta atau sapi atau ternak lainnya. Kemudian Allah Swt. mengharamkan hal itu bagi kaum mukmin. Firman Allah Swt. {إِلا مَا ذَكَّيْتُمْ} kecuali yang sempat kalian menyembelihnya, f Al-Maidah 3 Istisna dalam lafaz ayat ini kembali kepada apa yang mungkin pengembaliannya dari hal-hal yang telah ditetapkan menjadi penyebab kematiannya, lalu sempat ditanggulangi dengan menyembelihnya, sedangkan hewan yang dimaksud masih dalam keadaan hidup yang stabil. Tempat kembali dari istisna ini tiada lain hanyalah pada firman-Nya {وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ} hewan yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas. Al-Maidah 3 Ali ibnu AbuTalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya Kecuali yang sempat kalian menyembelihnya. Al-Maidah 3; Yakni kecuali hewan-hewan tersebut yang kalian sempat menyembelihnya, sedangkan pada tubuhnya masih terdapat rohnya. Maka makanlah oleh kalian, karena hewan tersebut sama hukumnya dengan yang disembelih. Hal yang sama diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan Al-Basri, dan As-Saddi. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali sehubungan dengan ayat ini, bahwa jika hewan yang dimaksud masih menggerak-gerakkan telinganya, atau menendang-nendang dengan kakinya atau matanya masih melirik-lirik saat kalian menyembelihnya, maka makanlah hewan itu. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Hasyim dan Abbad; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Husain, dari Asy-Sya'bi, dari Al-Haris, dari Ali yang mengatakan, "Jika hewan yang dipukul, yang jatuh, dan yang ditanduk masih sempat disembelih dalam keadaan masih sempat menggerak-gerakkan kaki depan atau kaki belakangnya, maka makanlah hewan tersebut." Hal yang sama diriwayatkan dari Tawus, Al-Hasan, Qatadah, Ubaid ibnu Umair, dan Ad-Dahhak serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa hewan yang disembelih itu manakala masih dapat melakukan gerakan yang menunjukkan ia masih hidup sesudah disembelih, maka hewan itu halal hukumnya. Demikianlah menurut mazhab jumhur ulama fiqih; dan hal yang sama dikatakan oleh Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, dan Imam Ahmad ibnu Hambal. Ibnu Wahb mengatakan bahwa Imam Malik pernah ditanya tentang kambing yang dirobek tubuhnya oleh binatang pemangsa hingga ususnya keluar. Imam Malik menjawab, "Menurut pendapatku, kambing tersebut tidak boleh disembelih, apakah manfaat penyembelihan dari kambing yang keadaannya sudah demikian?" Asyhab mengatakan bahwa Imam Malik pernah ditanya mengenai masalah dubuk yang menerkam domba dan mematahkan punggungnya, "Apakah domba itu boleh disembelih sebelum ia mati, lalu dimakan?" Imam Malik menjawab, "Jika yang digigitnya sampai ke tengkuknya. tidak boleh dimakan. Tetapi jika yang digigitnya itu adalah bagian lain dari anggota tubuhnya, tidak mengapa disembelih,lalu dimakan." Ketika ditanyakan lagi kepadanya, "Dubuk itu menerkamnya dan mematahkan punggungnya?" Imam Malik menjawab, "Tidak aneh bagiku, kambing itu pasti tidak dapat hidup lagi karenanya." Ketika ditanyakan lagi mengenai masalah serigala yang menerkam kambing dan merobek perut tanpa mengeluarkan isinya, maka Imam Malik menjawab, "Bila serigala telah merobek perutnya, maka menurut pendapatku kambing itu tidak boleh dimakan lagi." Demikianlah menurut mazhab Imam Malik, tetapi makna lahiriah ayat bersifat umum, tidak seperti apa yang dikecualikan oleh Imam Malik dalam gambaran-gambaran yang dialami oleh hewan-hewan tersebut sampai pada tahapan tidak dapat hidup lagi sesudahnya. Maka untuk menetapkannya diperlukan adanya dalil yang mentakhsis ayat. Di dalam kitab Sahihain dari Rafi' ibnu Khadij disebutkan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw., "Wahai Rasulullah, besok kami akan berhadapan dengan musuh, sedangkan kami tidak mempunyai pisau penyembelih, bolehkah kami menyembelih memakai welat?" Rasulullah Saw. menjawab melalui sabdanya "مَا أَنْهَرَ الدَّمَ وَذُكِرَ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ فَكُلُوهُ، لَيْسَ السنُّ والظَّفُر، وَسَأُحَدِّثُكُمْ عَنْ ذَلِكَ، أما السن فعظم، وأما الظفر فمدى الحبشة" Alat apa saja yang dapai mengalirkan darah dan disebutkan asma Allah padanya, maka makanlah sembelihannya, selagi bukan berupa gigi dan kuku. Aku akan menceritakan kepada kalian tentang hal tersebut. Adapun gigi berasal dari tulang, dan kuku adalah pisau orang-orang Habsyah. Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Daruqutni secara marfu' ada hal yang perlu dipertimbangkan di dalamnya. Telah diriwayatkan dari Umar secara mauquf, hal ini lebih sahih. Disebutkan, "أَلَا إِنَّ الذَّكَاةَ فِي الْحَلْقِ وَاللَّبَّةِ، وَلَا تُعَجِّلُوا الْأَنْفُسَ أَنْ تَزْهَقَ". "Ingatlah, menyembelih itu pada tenggorokan dan lubbah urat leher, dan janganlah kalian tergesa-gesa agar rohnya cepat dicabut." Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan ahlus sunan melalui riwayat Hammad ibnu Salamah, dari Abul Asyra Ad-Darimi, dari ayahnya, disebutkan bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw.,"Wahai Rasulullah, bukankah menyembelih itu lubbah dan tenggorokan?" Rasulullah Saw. menjawab "لَوْ طُعِنَتْ فِي فَخْذِهَا لَأَجْزَأَ عَنْكَ. Seandainya kamu tusuk pada pahanya, niscaya sudah cukup bagimu. Hadis ini sahih, tetapi pengertiannya ditujukan terhadap hewan yang tidak dapat disembelih pada tenggorokan dan lubbah urat lehernya. **** Firman Allah Swt. {وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ} dan yang disembelih untuk berhala. Al-Maidah 3 Mujahid dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa berhala terbuat dari batu di zaman dahulu banyak didapat di sekitar Ka'bah. Ibnu Juraij mengatakan bahwa jumlah berhala yang ada di sekeliling Ka'bah kurang lebih tiga ratus enam puluh buah. Dahulu di masa Jahiliah orang-orang Arab menyembelih hewan kurbannya di dekat berhala-berhala itu, lalu mereka melumuri bagian depan berhala-berhala itu —yang menghadap ke arah Ka'bah— dengan darah sembelihan mereka; dan mereka mengiris tipis dagingnya, lalu mereka letakkan pada berhala-berhala itu. Demikian pula hal yang diriwayatkan oleh lainnya yang bukan hanya seorang. Kemudian Allah melarang orang-orang mukmin melakukan perbuatan itu; juga mengharamkan bagi mereka memakan sembelihan yang dilakukan di dekat berhala-berhala itu, sekalipun ketika menyembelihnya dibacakan asma Allah. Mengingat adanya bekas kemusyrikan yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, sudah selayaknya masalah ini disamakan dengan masalah di atas, karena sebelumnya telah dikatakan haram memakan sembelihan yang disembelih untuk selain Allah. ***** Firman Allah Swt. {وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالأزْلامِ} Dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah. Al-Maidah 3 Diharamkan bagi kalian, hai orang-orang mukmin, mengundi nasib dengan anak panah. Bentuk tunggal dari azlam ialah zulam, tetapi adakalanya dibaca zalam. Dahulu di masa Jahiliah orang-orang Arab sering melakukannya. Azlam merupakan tiga buah anak panah, pada salah satunya bertuliskan kata 'lakukanlah', pada yang kedua bertuliskan 'jangan kamu lakukan', sedangkan pada yang ketiganya tidak terdapat tulisan apa pun. Menurut sebagian orang, pada yang pertama bertuliskan 'Tuhanku memerintahkan kepadaku', pada yang kedua bertuliskan 'Tuhanku melarangku', dan pada yang ketiganya kosong, tidak ada tulisan. Jika telah dikocok, lalu keluarlah panah yang bertuliskan kata perintah, maka orang yang bersangkutan mengerjakannya; atau jika yang keluar kata larangan, maka ia meninggalkannya. Jika yang keluar adalah anak panah yang kosong, maka ia mengulanginya lagi. Istilah istiqsam diambil dari makna meminta bagian dari anak-anak panah tersebut yang dipakai untuk mengundi. Demikianlah menurut keterangan yang dikemukakan oleh Abu Ja'far ibnu Jarir. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad As-Sabbah, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij dan Usman ibnu Ata, dari Ata, dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya Dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah. Al-Maidah 3; Azlam adalah anak panah yang belum diberi bulu kestabilan dan besi runcing pada ujungnya. Dahulu mereka menggunakan alat ini untuk mengundi nasib dalam semua perkara. Hal yang sama diriwayatkan dari Mujahid, Ibrahim An-Nakha’i, Al-Hasan Al-Basri, dan Muqatil ibnu Hayyan. Ibnu Abbas mengatakan, azlam adalah anak panah yang dahulu mereka gunakan untuk mengundi nasib dalam semua urusan. Muhammad ibnu Ishaq dan lain-lainnya menyebutkan bahwa berhala orang Quraisy yang paling besar diberi nama Hubal. Berhala ini dipancangkan di atas sebuah sumur yang terdapat di dalam Ka'bah, di dalamnya diletakkan semua hadiah dan harta Ka'bah. Di dekat berhala tersebut terdapat tujuh buah anak panah yang pada masing-masingnya tertera apa yang biasa mereka gunakan untuk memutuskan perkara-perkara yang sulit bagi mereka. Maka anak panah mana saja yang keluar, hal itu dijadikan pegangan oleh mereka dan tidak dapat diganggu gugat lagi. Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa ketika Nabi Saw. memasuki Ka'bah, beliau menemukan gambar Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail di dalamnya, pada tangan kedua nabi itu terdapat azlam. Maka Nabi Saw. bersabda "قَاتَلَهُمُ اللَّهُ، لَقَدْ عَلِمُوا أَنَّهُمَا لَمْ يَسْتَقْسِمَا بِهَا أَبَدًا." Semoga Allah melaknat mereka ahli Jahiliah, sesungguhnya mereka mengetahui bahwa keduanya sama sekali tidak pernah menggunakannya. Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Suraqah ibnu Malik ibnu Ju'syum ketika berangkat mengejar Nabi Saw. dan Abu Bakar yang sedang menuju Madinah melakukan hijrahnya, terlebih dahulu mengundi nasib dengan azlam, apakah dia dapat menimpakan mudarat kepada mereka atau tidak. Ternyata yang keluar adalah yang tidak disukainya, yaitu yang mengatakan, "Kamu tidak dapat menimpakan mudarat terhadap mereka." Suraqah mengatakan, "Lalu aku tidak menghiraukan apa yang dihasilkan oleh azlam itu, dan langsung aku mengejar mereka." Kemudian ia melakukannya lagi untuk yang kedua dan yang ketiga kalinya. Tetapi setiap ia melakukan undian, ternyata yang keluar adalah yang tidak disukainya, yaitu "kamu tidak dapat membahayakan mereka." Memang demikianlah kejadiannya. Saat itu Suraqah masih belum masuk Islam, ia baru masuk Islam sesudah peristiwa tersebut. وَرَوَى ابْنُ مَرْدُويه مِنْ طَرِيقِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ رَقَبةَ، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْر، عَنْ رَجاء بْنِ حَيْوَة، عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "لَنْ يَلِج الدَّرَجَاتِ مَنْ تَكَهَّن أَوِ اسْتَقْسَمَ أَوْ رَجَعَ مِنْ سَفَرٍ طَائِرًا". Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Ibrahim ibnu Yazid, dari Ruqabah, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Raja ibnu Haiwah, dari Abu Darda yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda Tidak akan masuk surga orang yang melakukan tenung atau mengundi nasib atau kembali dari bepergian karena tatayyur. Mujahid mengatakan sehubungan dengan Firman-Nya Dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah. Al-Maidah 3; Azlam ialah anak panah orang-orang Arab, dan dadu orang-orang Persia serta orang-orang Romawi yang biasa mereka pakai untuk berjudi. Pendapat yang disebutkan oleh Mujahid ini sehubungan dengan pengertian azlam —yaitu alat yang dipakai untuk berjudi— masih perlu dipertimbangkan. Kecuali jika ia mengatakan bahwa dahulu orang-orang Arab adakalanya memakai azlam untuk beristikharah dan adakalanya untuk berjudi, karena sesungguhnya Allah Swt. menggandengkan antara azlam dan qumar judi, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ. إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُوقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamr, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kalian mendapat keberuntungan. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kalian. Al-Maidah 90-91 sampai dengan firman-Nya فَهَلْ أَنْتُمْ مُنْتَهُونَ maka berhentilah kalian dari mengerjakan perbuatan itu. Al-Maidah 91 Dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya dengan makna yang sama, yaitu {وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالأزْلامِ ذَلِكُمْ فِسْقٌ} Dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah, mengundi nasib dengan anak panah itu adalah kefasikan. Al-Maidah 3 Yaitu melakukan perbuatan tersebut akan mengakibatkan kefasikan, kesesatan, kebodohan, dan kemusyrikan. Allah Swt. telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, apabila mereka merasa ragu dalam urusan mereka, hendaknya mereka melakukan istikharah kepada-Nya, yaitu dengan menyembah-Nya, kemudian memohon petunjuk dari-Nya tentang perkara yang hendak mereka lakukan. Imam Ahmad, Imam Bukhari, dan Ahlus Sunan meriwayatkan melalui jalur Abdur Rahman ibnu Abul Mawali, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir ibnu Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah mengajarkan kepada kami beristikharah dalam semua urusan, sebagaimana beliau mengajarkan Al-Qur'an kepada kami. Untuk itu beliau Saw. bersabda "إِذَا هَمَّ أحدُكُم بالأمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِ الْفَرِيضَةِ، ثُمَّ لِيَقُلِ اللَّهُمَّ إِنِّي أسْتَخِيركَ بعلمكَ، وأسْتَقْدِرُك بقدرتكَ، وأسألُكَ مِنْ فَضْلك الْعَظِيمِ؛ فَإِنَّكَ تَقْدِر وَلَا أقْدِر، وتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَم، وَأَنْتَ عَلام الْغُيُوبِ، اللَّهُمَّ إِنَّ كنتَ تَعْلَمُ هَذَا الْأَمْرَ -وَيُسَمِّيهِ بِاسْمِهِ-خَيْرًا لِي فِي دِينِي ومَعاشي وعاقِبة أَمْرِي، فاقدُرْهُ لِي ويَسِّره لِي وَبَارِكْ لِي فِيهِ، اللَّهُمَّ إِنْ كنتَ تَعْلَمْهُ شَرًّا لِي فِي دِينِي ومَعاشي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي، فاصْرِفْنِي عَنْهُ، وَاصْرِفْهُ عنِّي، واقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ رَضِّني بِهِ". Apabila seseorang di antara kalian berniat akan melakukan suatu urusan, hendaklah ia salat dua rakaat bukan salat fardu. Kemudian hendaklah ia mengucapkan dalam doanya, "Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan memohon kemampuan dengan kekuasaan-Mu, memohon karunia-Mu yang besar. Karena sesungguhnya Engkau Kuasa, sedangkan aku tidak kuasa; dan Engkau mengetahui, sedangkan aku tidak mengetahui. Engkau Maha Mengetahui semua yang gaib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini disebutkan nama urusannya baik bagiku dalam agamaku, duniaku, kehidupanku, dan akibat perkaraku. Atau beliau Saw. mengatakan, 'Dalam urusan dunia dan akhiratku,' maka takdirkanlah urusan ini untukku dan mudahkanlah bagiku dalam melakukannya, kemudian berilah berkah bagiku di dalamnya. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa urusan ini buruk bagiku dalam agamaku, duniaku, penghidupanku, dan akibat perkaraku, maka pa-lingkanlah aku darinya dan palingkanlah urusan ini dariku, dan takdirkanlah yang baik bagiku menurut seadanya, kemudian ridailah aku dengannya." Demikianlah menurut lafaz Imam Ahmad. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih garib, kami tidak mengetahuinya kecuali melalui hadis Ibnu Abul Mawali. **** Firman Allah Swt. {الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ} Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agama kalian. Al-Maidah 3 Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mereka putus asa dan tidak punya harapan lagi untuk mengembalikan agama mereka. Hal yang sama diriwayatkan dari Ata ibnu Abu Rabah, As-Saddi, dan Muqatil ibnu Hayyan. Berdasarkan makna ini disebutkan sebuah hadis dalam kitab sahih yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda "إِنَّ الشَّيْطَانَ قَدْ يَئِسَ أَنْ يَعْبُدَهُ المُصَلُّون فِي جَزِيرَةِ الْعَرَبِ، وَلَكِنْ بالتَّحْرِيش بَيْنَهُمْ" Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah kembali di Jazirah Arabia, tetapi masih bisa mengadu domba di antara mereka. Makna ayat dapat ditafsirkan dengan makna lain, yaitu bahwa mereka telah putus asa untuk dapat menyerupai kaum muslim, mengingat kaum muslim mempunyai ciri khas yang berbeda dengan mereka, antara lain ialah sifat-sifat yang jauh bertentangan dengan kemusyrikan dan para penganutnya. Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin untuk tetap bersabar dan teguh dalam perbedaan dengan orang-orang kafir, dan janganlah orang-orang mukmin merasa takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah Swt. Untuk itu Allah Swt. berfirman {فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ} sebab itu janganlah kalian takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Al-Maidah 3 Artinya, janganlah kalian takut dalam bersikap berbeda dengan mereka, tetapi takutlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan menolong kalian atas mereka, dan Aku akan mendukung kalian serta memenangkan kalian atas mereka. Aku akan melegakan hati kalian terhadap mereka dan menjadikan kalian berada di atas mereka di dunia dan akhirat. ***** Firman Allah Swt. {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا} Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku. dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagi kalian. Al-Maidah; 3 Ini merupakan nikmat Allah yang paling besar kepada umat ini, karena Allah telah menyempurnakan bagi mereka agama mereka; mereka tidak memerlukan lagi agama yang lain, tidak pula memerlukan nabi lain selain nabi mereka; semoga salawat dan salam terlimpahkan kepadanya. Karena itulah Allah menjadikan beliau Saw. sebagai nabi terakhir yang diutus-Nya untuk manusia dan jin. Tiada halal selain apa yang dihalalkannya, tiada haram kecuali apa yang diharamkannya dan tiada agama kecuali apa yang disyarjatkannya. Semua yang ia beritakan adalah benar belaka, tiada dusta dan tiada kebohongan padanya. Seperti yang disebut dalam firman Allah Swt., yaitu {وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا} Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu Al-Qur'an, sebagai kalimat yang benar dan adil. Al-An'am 115 Yakni benar dalam beritanya, serta adil dalam perintah dan larangannya. Setelah Allah menyempurnakan bagi mereka agama mereka, berarti telah cukuplah kenikmatan yang mereka terima dari-Nya. Untuk itulah disebutkan di dalam firman-Nya {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا} Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam jadi agama bagi kalian, Al-Maidah 3 Artinya, terimalah oleh kalian dengan rela Islam sebagai agama kalian, karena sesungguhnya Islam adalah agama yang disukai dan diridai Allah, dan Dia telah mengutus rasul yang paling utama dan terhormat sebagai pembawanya, dan menurunkan Kitab-Nya yang paling mulia dengan melaluinya. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian. Al-Maidah 3; Yakni agama Islam. Allah Swt. memberitahukan kepada Nabi-Nya dan orang-orang mukmin bahwa Dia telah menyempurnakan Islam untuk mereka, karena itu Islam tidak memerlukan tambahan lagi selamanya. Allah telah mencukupkannya dan tidak akan menguranginya untuk selamanya. Dia telah rida kepadanya, maka Dia tidak akan membencinya selama-lamanya. Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, bahwa ayat ini diturunkan pada hari Arafah, sesudah itu tidak lagi diturunkan wahyu mengenai halal dan haram, dan Rasulullah Saw. kembali ke Madinah, lalu beliau wafat. Asma binti Umais menceritakan, "Aku ikut haji bersama Rasulullah Saw. dalam haji tersebut haji wada'. Ketika kami sedang berjalan, tiba-tiba Malaikat Jibril datang kepadanya membawa wahyu. Maka Rasulullah Saw. membungkuk di atas unta kendaraannya, dan unta kendaraannya hampir tidak kuat menopang diri Rasulullah Saw. karena beratnya wahyu yang sedang turun. Lalu unta kendaraannya duduk mendekam, dan aku datang mendekati Nabi Saw., kemudian aku selimuti tubuhnya dengan jubah burdahku." Ibnu Jarir dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. wafat sesudah hari Arafah selang delapan puluh satu hari kemudian. Hadis ini dan hadis sebelumnya diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir mengatakan حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ وَكِيع، حَدَّثَنَا ابْنُ فُضَيْل، عَنْ هَارُونَ بْنِ عَنْتَرَةَ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ} وَذَلِكَ يَوْمَ الْحَجِّ الْأَكْبَرِ، بَكَى عُمَرُ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "مَا يُبْكِيكَ؟ " قَالَ أَبْكَانِي أَنَّا كُنَّا فِي زِيَادَةٍ مِنْ دِينِنَا، فَأَمَا إذْ أُكْمِلَ فَإِنَّهُ لَمْ يَكْمُلْ شَيْءٌ إِلَّا نَقُصَ. فَقَالَ "صَدَقْتَ". telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Harun ibnu Antrah, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian. Al-Maidah 3 Hal ini terjadi pada hari haji Akbar. Maka Umar menangis, lalu Nabi Saw. bertanya kepadanya "Mengapa engkau menangis?" Umar menjawab, "Aku menangis karena sejak dahulu kita masih terus ditambahi dalam agama kita, adapun sekarang ia telah sempurna; dan sesungguhnya tidak sekali-kali sesuatu itu sempurna, melainkan kelak akan berkurang." Nabi Saw. menjawab, "Kamu benar." Makna hadis ini diperkuat oleh hadis yang mengatakan "إِنَّ الْإِسْلَامَ بَدَأَ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ غَرِيبًا، فَطُوبَى للغُرَبَاء". Sesungguhnya Islam bermula dari keterasingan, dan kelak akan kembali menjadi terasing, maka beruntunglah bagi orang-orang yang terasing. قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا جَعْفَرُ بْنُ عَوْن، حَدَّثَنَا أَبُو العُمَيْس، عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ مِنَ الْيَهُودِ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ [رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ] فَقَالَ يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ، إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ آيَةً فِي كِتَابِكُمْ، لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ نَزَلَتْ لَاتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا. قَالَ وَأَيُّ آيَةٍ؟ قَالَ قَوْلُهُ {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي} فَقَالَ عُمَرُ وَاللَّهِ إني لَأَعْلَمُ الْيَوْمَ الَّذِي نَزَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَالسَّاعَةَ الَّتِي نَزَلَتْ فِيهَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، نَزَلَتْ عَشية عَرَفَة فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Abul Umais, dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki Yahudi datang kepada Khalifah Umar ibnul Khattab, lalu berkata, "Hai Amirul Mu’minin, sesungguhnya kamu biasa membaca suatu ayat dalam Kitab kamu, seandainya hal itu diturunkan kepada kami golongan orang-orang Yahudi, niscaya kami akan menjadikan hari itu sebagai hari raya." Khalifah Umar bertanya, "Ayat apakah itu?" Orang Yahudi tersebut membacakan firman-Nya Pada hari ini telah Kusempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku. Al-Maidah 3 Maka Khalifah Umar berkata, "Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar mengetahui hari ayat ini diturunkan kepada Rasulullah Saw. dan saat penurunannya kepada Rasulullah Saw. yaitu pada sore hari Arafah yang jatuh pada hari Jumat." Imam Bukhari meriwayatkannya dari Al-Hasan ibnus Sabbali, dari Ja'far ibnu Aun dengan lafaz yang sama. Imam Muslim, Imam Turmuzi, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Qais ibnu Muslim dengan lafaz yang sama. Menurut lafaz Imam Bukhari dalam tafsir ayat ini melalui jalur Sufyan AS-Sauri, dari Qais, dari Tariq, orang-orang Yahudi berkata kepada Umar, "Sesungguhnya kalian biasa membaca suatu ayat, seandainya ayat itu diturunkan kepada kami, niscaya kami akan menjadikan hari turunnya sebagai hari raya." Maka Umar ibnul Khattab menjawab, "Sesungguhnya aku benar-benar mengetahui saat ayat itu diturunkan, kapan diturunkannya, dan di mana Rasulullah Saw. berada saat menerima penurunan ayat itu. Ayat tersebut diturunkan pada hari Arafah, sedangkan aku —demi Allah— berada di Arafah pula." Sufyan mengatakan bahwa dia merasa ragu apakah hal itu terjadi pada hari Jumat ataukah bukan, yaitu turunnya ayat berikut Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian. Al-Maidah 3, hingga akhir ayat. Sufyan merasa ragu jika disebutkan di dalam riwayat, maka hal itu merupakan sikap hati-hatinya bila ditinjau dari segi keraguan, apakah gurunya telah mengabarkan hal itu atau tidak. Jika ia merasa ragu perihal kejadian wuquf pada haji wada' adalah hari Jumat, hal ini menurut kami bukan keluar dari Sufyan, mengingat hal ini merupakan suatu perkara yang telah dimaklumi dan telah dipastikan, tiada seorang pun dari kalangan Ahli Magazi dan sejarah —tidak pula Ahli Fiqih— yang memperselisihkannya. Karena banyak hadis mutawatir yang menerangkan bahwa kejadian itu hari Jumat, tiada yang meragukan kesahihannya. Hal tersebut diriwayatkan dari Umar melalui berbagai jalur. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Raja ibnu Abu Salamah, telah menceritakan kepada kami Ubadah ibnu Nissi, telah menceritakan kepada kami Amir kami yaitu Ishaq yang menurut Abu Ja'far ibnu Jarir dia adalah Ishaq ibnu Harsyah, dari Qubaisah yakni Ibnu Abu Zi-b yang mengatakan bahwa Ka'b pernah mengatakan, "Seandainya selain umat ini yang diturunkan kepada mereka ayat tersebut, niscaya mereka akan mempertimbangkan hari ayat tersebut diturunkan kepada mereka, lalu mereka menjadikannya sebagai hari raya, hari mereka berkumpul padanya." Lalu Umar bertanya, "Ayat apakah yang kamu maksudkan, hai Ka'b?'" Maka Ka'b menjawab, yaitu firman Allah Swt. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian. Al-Maidah 3 Maka Umar menjawab, "Sesungguhnya aku mengetahui hari ayat ini diturunkan dan tempat penurunannya. Ayat ini diturunkan pada hari Jumat di hari Arafah. Kedua-duanya Alhamdulillah merupakan hari raya bagi kami umat Islam." Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Qubaisah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ammar yaitu maula Bani Hasyim, bahwa Ibnu Abbas membacakan firman-Nya Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagi kalian. Al-Maidah 3; Lalu ada seorang Yahudi berkata, "Seandainya ayat ini diturunkan kepada kami, niscaya kami akan menjadikan hari penurunannya sebagai hari raya." Maka Ibnu Abbas menjawab, "Sesungguhnya ayat ini diturunkan pada dua hari raya sekaligus, yaitu hari raya dan hari Jumat." Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Kamil, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Hamani, telah menceritakan kepada kami Qais ibnur Rabi', dari Ismail ibnu Sulaiman, dari Abu Umar Al-Bazzar, dari Ibnul Hanafiyah, dari Ali yang mengatakan bahwa ayat berikut diturunkan kepada Rasulullah Saw. ketika beliau sedang wuquf di Arafah pada sore harinya, yaitu firman-Nya Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian. Al-Maidah 3 Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Amir Ismail ibnu Amr As-Sukuni, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ayyasy, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Qais As-Sukuni, bahwa ia pernah mendengar Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan membaca ayat berikut di atas mimbarnya, yaitu firman Allah Swt. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian. Al-Maidah 3, hingga akhir ayat. Lalu Mu'awiyah berkata bahwa ayat ini diturunkan pada hari Arafah yang jatuh pada hari Jumat. Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Muhammad Bani Ishaq. dari Amr ibnu Musa ibnu Dahiyyah, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Samurah yang mengatakan bahwa firman-Nya Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridai Islam itu jadi agama bagi kalian. Al-Maidah 3 diturunkan di Arafah ketika Rasulullah Saw. sedang melakukan wuquf di mauqif. Mengenai apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Murdawaih, dan Imam Tabrani melalui jalur Ibnu Luhai'ah, dari Khalid ibnu Abu Imran, dari Hanasy ibnu Abdullah As-San'ani, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi kalian dilahirkan pada hari Senin, dan beliau Saw. keluar meninggalkan Mekah menuju Madinah pada hari Senin, dan beliau Saw. memasuki kota Madinah pada hari Senin, dan Perang Badar dimulai pada hari Senin, serta surat Al-Maidah diturunkan pada hari Senin, yakni firman-Nya Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian. Al-Maidah 3 Zikir Al-Qur’an diangkat pada hari Senin yakni nanti di hari kiamat. Maka asar ini berpredikat garib dan sanadnya daif. Tetapi hal ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah. dari Khalid ibnu Abu Imran, dari Hanasy As-San'ani, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Nabi Saw. dilahirkan pada hari Senin, diangkat menjadi Nabi pada hari Senin, keluar meninggalkan Mekah berhijrah ke Madinah pada hari Senin, dan tiba di Madinah pada hari Senin, wafat pada hari Senin, dan Hajar Aswad diletakkan pada hari Senin. Demikianlah lafaz riwayat Imam Ahmad, tetapi tidak disebutkan padanya penurunan surat Al-Maidah pada hari Senin. Barangkali Ibnu Abbas bermaksud bahwa ayat ini diturunkan pada dua hari raya sekaligus, seperti pada asar di atas, tetapi perawi keliru dalam mengemukakannya. Ibnu Jarir mengatakan, suatu pendapat mengatakan bahwa mengenai harinya tidak diketahui oleh orang-orang. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian. Al-Maidah 3; Ibnu Abbas mengatakan bahwa hari itu hari yang tidak diketahui oleh orang-orang. Ibnu Jarir mengatakan pula, adakalanya dikatakan bahwa surat ini diturunkan kepada Rasulullah Saw. sewaktu beliau dalam perjalanannya ke haji wada'. Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya melalui jalur Abu Ja'far Ar-Razi, dari Ar-Rabi' ibnu Anas. Menurut kami, Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Abu Harun Al-Abdi, dari Abu Sa'id Al-Khudri, bahwa surat ini diturunkan kepada Rasulullah Saw. pada hari Gadir Kham, yaitu ketika Nabi Saw. bersabda kepada Ali "مَنْ كنتُ مَوْلَاهُ فَعَليٌّ مَوْلَاهُ" Barang siapa yang aku menjadi pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya pula. Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui Abu Hurairah, antara lain disebutkan bahwa hari itu adalah hari kedelapan belas dari bulan Zul Hijjah. Dengan kata lain, di saat Nabi Saw. kembali dari haji wada'nya. Tetapi baik riwayat ini ataupun riwayat di atas tiada yang sahih. Bahkan yang benar dan tidak diragukan lagi ialah riwayat yang mengatakan bahwa surat Al-Maidah diturunkan pada hari Arafah yang saat itu jatuhnya bertepatan dengan hari Jumat Yaitu seperti yang tertera pada riwayat Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab, Ali ibnu Abu Talib, raja Islam pertama yaitu Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan, juru tafsir Al-Qur'an yaitu Abdullah ibnu Abbas, dan Samurah ibnu Jundub, radiyallahu anhum. Asar ini di-mursal-kan oleh Asy-Sya'bi, Qatadah ibnu Di'amah, dan Syahr ibnu Hausyab serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan para imam dan para ulama. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari. ***** Firman Allah Swt. {فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ} Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al-Maidah 3 Artinya, barang siapa yang terpaksa memakan sebagian dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah —seperti yang telah disebutkan di atas— karena keadaan darurat yang memaksanya melakukan hal itu, maka dia boleh memakannya. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepadanya, karena Allah Swt. mengetahui kebutuhan hambaNya yang terpaksa dan keperluannya akan hal tersebut. Maka dari itu Allah memaafkan dan mengampuninya. Di dalam kitab musnad dan kitab sahih Ibnu Hibban disebutkan sebuah hadis dari Ibnu Umar secara marfu', bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda "إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ أَنْ تُؤْتَى رُخْصته كَمَا يَكْرَهُ أَنْ تُؤْتَى مَعْصِيته" Sesungguhnya Allah suka bila rukhsah-rukhsah kemurahan-kemurahan-Nya dikerjakan, sebagaimana Dia benci bila perbuatan durhaka kepada-Nya dikerjakan. Demikianlah menurut lafaz Imam Ibnu Hibban. Sedangkan menurut lafaz Imam Ahmad disebutkan seperti berikut مَنْ لَمْ يَقْبَلْ رُخْصَة اللَّهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلَ جِبَالِ عَرَفَةَ" Barang siapa yang tidak mau menerima rukhsah kemurahan Allah, maka atas dirinya dosa yang besarnya semisal dengan Bukit Arafah. Karena itu, maka ulama fiqih mengatakan bahwa adakalanya memakan bangkai itu hukumnya wajib, yaitu bila orang yang bersangkutan merasa khawatir terhadap keselamatan jiwanya, sedangkan di tempat ia berada tidak ditemukan selainnya yakni selain bangkai itu. Adakalanya memakan bangkai itu hukumnya sunat, adakalanya hukumnya mubah boleh, semua ditentukan oleh keadaan. Tetapi ulama fiqih berselisih pendapat mengenai masalah kadar yang dimakannya, apakah hanya sekadar untuk menutupi kebutuhan saja, atau sampai sekenyangnya, atau sampai kenyang, dan boleh membekali diri dengannya? Banyak pendapat di kalangan mereka mengenai masalah ini, semuanya disebutkan di dalam kitab-kitab fiqih. Mereka berselisih pendapat pula dalam masalah bilamana orang yang bersangkutan menjumpai bangkai hewan dan makanan milik orang lain atau hewan buruan, sedangkan dia dalam keadaan ihram. Masalahnya ialah apakah dia boleh memakan bangkai itu atau hewan buruan yang mengharuskan dia bayar denda, atau makanan milik orang lain yang konsekuensinya dia harus menggantinya. Ada dua pendapat mengenai masalah ini, kedua-duanya dikatakan oleh Imam Syafii rahimahullah. Bukan termasuk syarat, boleh memakan bangkai bila orang yang bersangkutan telah menjalani masa tiga hari tanpa menjumpai suatu makanan pun, seperti yang diduga oleh kebanyakan kalangan awam dan lain-lainnya. Bahkan manakala orang yang bersangkutan dalam keadaan terpaksa harus memakannya, maka diperbolehkan baginya melakukannya. قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنَا حَسَّانُ بْنُ عَطِيَّةَ، عَنْ أَبِي وَاقِدٍ اللَّيْثِيِّ أَنَّهُمْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّا بِأَرْضٍ تُصِيبُنَا بِهَا الْمَخْمَصَةُ، فَمَتَى تَحِلُّ لَنَا بِهَا الْمَيْتَةُ؟ فَقَالَ "إِذَا لَمْ تَصْطَبِحوا، وَلَمْ تَغْتَبِقُوا، وَلَمْ تَجتفئوا بقْلا فَشَأْنُكُمْ بِهَا ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, telah menceritakan kepada kami Hassan ibnu Atiyyah, dari Abu Waqid Al-Laisi, bahwa mereka pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami berada di suatu tempat dan kami mengalami kelaparan di tempat itu. Bilakah diperbolehkan bagi kami memakan bangkai di tempat itu?" Rasulullah Saw. menjawab Bilamana kalian tidak mendapatkan untuk makan pagi dan tidak pula untuk makan sore hari serta tidak dapat memperoleh sayur-sayuran padanya, maka bangkai itu terserah kamu. Hadis diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Ahmad bila ditinjau dari segi ini, tetapi sanadnya sahih dengan syarat Syaikhain. Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Abdul A'la ibnu Wasil, dari Muhammad ibnul Qasim Al-Asadi, dari Al-Auza'i dengan lafaz yang sama. Tetapi sebagian mereka meriwayatkannya dari Al-Auza'i, dari Hassan ibnu Atiyyah, dari Muslim ibnu Yazid, dari Abu Waqid dengan lafaz yang sama. Di antara mereka ada yang meriwayatkannya dari Al-Auza'i, dari Hassan, dari Marsad atau Abu Marsad, dari Abu Waqid dengan lafaz yang sama. Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Hannad ibnus Sirri, dari Isa ibnu Yunus, dari Hassan, dari seorang lelaki yang telah disebutkan namanya oleh dia, lalu ia menuturkan hadis ini. Ibnu Jarir meriwayatkan pula dari Hannad, dari Ibnul Mubarak, dari Al-Auza'i, dari Hassan secara mursal. قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ حَدَّثَنِي يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّة، عَنْ عَوْن قَالَ وَجَدْتُ عِنْدَ الْحَسَنِ كِتَابَ سَمُرة، فَقَرَأْتُهُ عَلَيْهِ، فَكَانَ فِيهِ "ويُجزى من الأضرار غَبُوق أَوْ صُبُوحٌ " Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, dari Ibnu Aun yang menceritakan bahwa ia pernah menemukan catatan Samurah pada Al-Hasan, lalu ia membacanya, dan yang terdapat padanya antara lain ialah, "Cukup bagi yang terpaksa memakan sekadar makan malam atau makan paginya." حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْب، حَدَّثَنَا هُشَيْم، عَنِ الخَصيب بْنِ زَيْدٍ التَّمِيمِيِّ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ، أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ [إِلَى] مَتَى يَحِلُّ [لِي] الْحَرَامُ؟ قَالَ فَقَالَ "إِلَى مَتَى يَرْوى أَهْلُكَ مِنَ اللَّبَنِ، أَوْ تَجِيءُ مِيرَتُهم ". Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Al-Khasib ibnu Zaid At-Tamimi, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, bahwa seorang lelaki bertanya kepada Nabi Saw. Untuk itu ia mengatakan, "Sampai kapan yang haram dihalalkan?" Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya Sampai dengan keluargamu merasa kenyang karena minum air susu atau sampai datang makanan mereka. حَدَّثَنَا ابْنُ حُمَيْدٍ، حَدَّثَنَا سَلَمَةُ، عَنِ ابْنِ إِسْحَاقَ، حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ جَدِّهِ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ، عَنْ جَدَّتِهِ ؛ أَنَّ رَجُلًا مِنَ الْأَعْرَابِ أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَفْتِيهِ فِي الَّذِي حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ، وَالَّذِي أَحَلَّ لَهُ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "تَحِلُّ لَكَ الطَّيِّبَاتُ، وتَحْرُم عَلَيْكَ الْخَبَائِثُ إِلَّا أَنْ تَفْتَقِر إِلَى طَعَامٍ لَا يَحِلُّ لَكَ، فَتَأْكُلَ مِنْهُ حَتَّى تَسْتَغْنِيَ عَنْهُ". فَقَالَ الرَّجُلُ وَمَا فَقْرِي الَّذِي يُحِلُّ لِي؟ وَمَا غِنَايَ الَّذِي يُغْنِينِي عَنْ ذَلِكَ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِذَا كُنْتَ تَرْجُو نِتَاجًا، فَتَبْلُغُ بلُحُوم مَاشِيَتِكَ إِلَى نِتَاجِكَ، أَوْ كُنْتَ تَرْجُو غِنًى، تَطْلُبُهُ، فَتَبْلُغُ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا، فَأَطْعِمْ أَهْلَكَ مَا بَدَا لَكَ حَتَّى تَسْتَغْنِيَ عَنْهُ". فَقَالَ الْأَعْرَابِيُّ مَا غِنَايَ الَّذِي أَدَعُهُ إِذَا وَجَدَتُهُ؟ فَقَالَ [النَّبِيُّ] صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "إِذَا أَرُوِيَتْ أَهْلُكَ غَبُوقا مِنَ اللَّيْلِ، فَاجْتَنِبْ مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْكَ مِنْ طَعَامٍ، وَأَمَّا مَالُكَ فَإِنَّهُ مَيْسُورٌ كُلُّهُ، لَيْسَ فِيهِ حَرَامٌ". Telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Salamah, dari Ishaq, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Abdullah ibnu Urwah, dari kakeknya yaitu Urwah ibnuz Zubair, dari neneknya, bahwa seorang lelaki Badui pernah datang kepada Nabi Saw. untuk meminta fatwa kepadanya mengenai barang-barang yang diharamkan oleh Allah dan barang-barang yang dihalalkan Allah untuknya. Maka Nabi Saw. menjawab melalui sabdanya Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan diharamkan bagimu yang buruk-buruk, kecuali jika kamu terpaksa memerlukan makanan untuk dirimu; maka kamu boleh memakan sebagian darinya hingga kamu merasa berkecukupan. Maka lelaki Badui itu bertanya, "Sampai batas manakah keperluanku yang menghalalkan aku memakannya, dan sampai batas manakah kecukupanku yang membuat aku tidak memerlukannya lagi?" Nabi Saw. bersabda Apabila kamu mencari makanan untuk mencukupimu, lalu kamu menemukan sesuatu dari bangkai itu, maka berilah makan keluargamu menurut apa yang kamu kehendaki hingga kamu merasa cukup darinya. Lalu lelaki Arab Badui itu bertanya lagi, "Sampai batas manakah kecukupan yang mengharuskan aku meninggalkannya jika aku menjumpainya lagi?" Maka Nabi Saw. bersabda Jika kamu telah dapat mengenyangkan keluargamu dengan minuman susu di malam hari, maka jauhilah dari makananmu, makanan yung diharamkan oleh Allah bagimu. Karena sesungguhnya makananmu yang halal itu semuanya mudah didapat dan tidak ada yang haram padanya. Makna sabda Nabi Saw. yang mengatakan, "Ma lam tastabihu" ialah selagi kamu tidak menjumpai untuk makan pagi. Makna ma lam tag-tabiqu ialah selagi kamu tidak menjumpai untuk makan malam. Yang dimaksud dengan au tahtaji-u baqalah fasya-nukum biha ialah atau kamu tidak menemukan sayur-sayuran untuk mengganti makananmu, maka makanlah bangkai itu. Ibnu Jarir mengatakan bahwa lafaz lahtafi-u diriwayatkan mempunyai empat bacaan, yaitu lahfau. tahiafiyu, tahtaffii, dan tahlaju. Tetapi dapat pula memakai hamzah hingga menjadi tahlafiu. Demikianlah menurutnya dalam kitab tafsirnya. حَدِيثٌ آخَرُ قَالَ أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ دُكَيْن، حَدَّثَنَا عُقْبَة بْنُ وَهْب بْنِ عُقْبَةَ الْعَامِرِيُّ سَمِعْتُ أَبِي يُحَدِّثُ عَنِ الْفَجِيعِ الْعَامِرِيِّ؛ أَنَّهُ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم فقال مَا يَحِلُّ لَنَا مِنَ الْمِيتَةِ؟ قَالَ "مَا طَعَامُكُمْ؟ " قُلْنَا نَغْتَبِقُ وَنَصْطَبِحُ. قَالَ أَبُو نُعَيْمٍ فَسَّرَه لِي عُقْبَةُ قَدَحُ غُدوة، وَقَدَحُ عَشيَّة قَالَ "ذَاكَ وَأَبِي الجُوعُ". وَأُحِلَّ لَهُمُ الْمَيْتَةُ عَلَى هَذِهِ الْحَالِ. Hadis lain. Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Uqbah Al-Amiri, bahwa ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis dari An-Naji' Al-Amiri bahwa An-Naji’ Al-Amiri pernah datang kepada Rasulullah Saw., lalu bertanya, "Bilakah bangkai dihalalkan bagi kami?" Nabi Saw. balik bertanya, "Apa sajakah makanan kalian?" Kami menjawab, "Segelas susu di pagi hari dan segelas susu di malam hari." Abu Na'im mengatakan bahwa Uqbah mengartikan kepadaku makna nastabih dan nagtabiq yaitu segelas susu di pagi hari dan segelas susu di petang hari. Nabi Saw. bersabda, "Yang demikian itu, demi ayahku, dinamakan kelaparan." Nabi Saw. menghalalkan bangkai untuk mereka dalam keadaan demikian. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara munfarid. Seakan-akan mereka di pagi hari dan petang harinya memakan sesuatu yang tidak mencukupi mereka, lalu Nabi Saw. menghalalkan bangkai untuk mereka untuk memenuhi kecukupan mereka. Hadis ini dijadikan sebagai dalil oleh orang yang berpendapat boleh memakan sebagian dari bangkai sampai kenyang, dan tidak terikat dengan batasan hanya untuk menyelamatkan nyawa saja. حَدِيثٌ آخَرُ قَالَ أَبُو دَاوُدَ حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَاعِيلَ، حَدَّثَنَا حَمَّادٌ، حَدَّثَنَا سِمَاكٌ، عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَة، أَنْ رَجُلًا نَزَلَ الحَرَّةَ، وَمَعَهُ أَهْلُهُ وَوَلَدُهُ، فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ إِنَّ نَاقَةً لِي ضَلَّت، فَإِنْ وَجَدْتَهَا فَأَمْسِكْهَا، فَوَجَدَهَا وَلَمْ يَجِدْ صَاحِبَهَا، فَمَرِضَتْ فَقَالَتِ امْرَأَتُهُ انْحَرْهَا، فَأَبَى، فَنَفَقَتْ، فَقَالَتْ لَهُ امْرَأَتُهُ اسْلُخْهَا حَتَّى نُقدد شَحْمَها وَلَحْمَهَا فَنَأْكُلَهُ. فَقَالَ حَتَّى أَسْأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَتَاهُ فَسَأَلَهُ، فَقَالَ "هَلْ عِنْدَكَ غِنًى يُغْنِيك؟ " قَالَ لَا. قَالَ " فَكُلُوهَا". قَالَ فَجَاءَ صَاحِبُهَا فَأَخْبَرَهُ الْخَبَرَ، فَقَالَ هَلَّا كُنْتَ نَحَرْتَهَا؟ قَالَ اسْتَحْيَيْتُ مِنْكَ. Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Sammak, dari Jabir, dari Samurah. bahwa seorang lelaki turun istirahat di Harrah pinggir Madinah disertai istri dan anak laki-lakinya. Ada lelaki lain yang berkata kepadanya, "Sesungguhnya untaku hilang lepas. Jika kamu menemukannya, tolonglah tangkap ia." Lalu ia menemukannya, tetapi tidak menjumpai pemiliknya karena telah pergi. Kemudian lelaki itu sakit, maka istrinya berkata kepadanya, "Sembelihlah unta temuan ini." Ia menolak dan sakitnya bertambah parah. Lalu istrinya berkata lagi kepadanya.”Sayatlah salah satu bagiannya, lalu kamu dendeng lemak dan dagingnya, kemudian kita makan bersama." Ia menjawab, "Tidak, sebelum aku tanyakan lebih dahulu kepada Rasulullah Saw." Lelaki ku datang kepada Rasulullah Saw. dan menanyakan hal itu kepadanya. Maka Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kamu memiliki makanan yang mencukupimu?" Ia menjawab, 'Tidak." Nabi Saw. bersabda, "Maka makanlah daging sayatan itu." Tidak lama kemudian datanglah pemilik unta itu, dan ia mengabarinya. Ternyata pemilik unta itu berkata, "Mengapa tidak kamu sembelih saja untaku itu?" Ia menjawab, "Aku malu kepadamu." Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara munfarid. Hadis ini dijadikan dalil oleh orang yang membolehkan memakan bangkai sampai kenyang serta mengambil bekal darinya selama masa yang diperlukan, menurut dugaannya yang kuat. ***** Firman Allah Swt. {غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإثْمٍ} tanpa sengaja berbuat dosa. Al-Maidah 3 Yakni tidak sengaja berbuat maksiat kepada Allah, maka sesungguhnya Allah telah membolehkan hal tersebut. Dalam ayat ini tidak disebutkan hal lainnya yang disebutkan di dalam surat Al-Baqarah melalui firman-Nya {فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ} Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa memakannya, sedangkan ia tidak durhaka dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Al-Baqarah 173 Ayat ini dijadikan dalil oleh orang yang mengatakan bahwa orang yang bepergian untuk maksiat tidak diperbolehkan melakukan sesuatu pun dari rukhsah-rukhsah yang diberikan kepada seorang musafir, karena rukhsah tidak dapat dilakukan dengan adanya maksiat. Sumber
SuratAl Maidah adalah surat kelima dalam Alquran. Al Maidah termasuk golongan surat Madaniyah dan memiliki 120 ayat. Di antara 120 ayat, salah satunya dikhususkan untuk membahas soal pernikahan, tepatnya pada ayat 5. Pernikahan yang dibahas dalam surat Al Maiday ayat 5 adalah pernikahan seorang Muslim dengan yang berbeda agama.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf Telah menceritakan kepada kami Sufyan Ats Tsauri dari Qais bin Muslim dari Thariq bin Syihab bahwa orang-orang Yahudi berkata kepada Umar "Sesungguhnya kalian membaca suatu ayat yang seandainya diturunkan pada kami pasti kami jadikan hari itu sebagai hari raya. Umar berkata; Ayat yang manakah itu? Mereka berkata; yaitu ayat; "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmatKu." Al Maa`idah 3 Umar berkata; "Sesungguhnya aku tahu dimana ayat itu turun. Ayat itu turun ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam wuquf di Arafah. Keterangan Hadits Kutipan Hadits di atas diambil kitab Shahih Bukhari dengan nomor 4055. Selain dari kitab Shahih Bukhari, hadis dengan sanad dan matan yang sama juga terdapat dalam kitab Fathul Bari nomor 4407. Menurut ijma ulama, HADITS di atas termasuk dalam kategori hadith Shahih. Sehingga bisa dijadikan referensi yang baik untuk mengkaji makna sebuah ayat, maupun digunakan sebagai inspirasi dalam rangka mencari solusi atas sebuah permasalahan. Dilihat dari sisi matannya isi/kandungan, HADIS di atas termasuk hadith yang memiliki keterkaitan dengan ayat-ayat Al QURAN. Dalam hal ini, hadits Bukhari nomor 4055 berisi mengenai riwayat yang menjelaskan kandungan makna sebuah ayat al Quran, atau sebagai riwayat yang memaparkan implementasi kandungan makna dari ayat AL QURAN pada zaman Rasulullah SAW, dalam kanteks hadith ini yaitu terkait dengan Quran Surat al Ma'idah[5] ayat 3. Teimakasih telah berkunjung di Asbabun Nuzul Qur'an artikel yang sedang dibaca berjudul QURAN SURAT al Ma'idah[5] ayat 3 - Penjelasan atikel ini bersumber pada sebuah hadits shahih, yaitu Hadits Bukhari no 4055 yang didalamnya berkaitan dengan Quran Surat al Ma'idah[5] ayat 3 Hadits ini di ambil dari Kitab Hadits Shahih Bukhari
AlMujadalah ayat 10 14 injil 15 Obat asy syifa 16 Hukum tajwidnya surat alhujurat ayat 35 17 Kiamat 18 ali imran 104 19 dalil+kitab+zabur 20 Ibrahim 7 21 Al baqarah ayat 208 209 22 taat 23 iman 24 Surat+Al-Mu'minum+Ayat+12 25 al baqarah ayat 208 26 Hadis+riwayat+muslim:1635 27 jihad 28 Surah Al maidah ayat 3 29 Contoh petunjuk bagi orang
Penyempurnaan Agama dan Nikmat Wilayah “Pada hari ini telah Kusempumakan untukmu agamamu, Kulengkapi nikmat-Ku bagimu dan Kurestui Islam sebagai agamamu” Ayat ini turun di Ghadir Khum ketika Nabi SAW mengangkat tangan Imam Ali untuk memproklamirkan kepemimpinannya di depan kurang lebih 150 ribu hadirin saat itu. Nabi SAWW menyampaikan hal ini setelah melaksanakan haji Wada', dan ketika itu Nabi SAWW bersabda Barangsiapa menjadikan aku pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah, tolonglah orang yang menolongnya dan musuhilah orang yang memusuhinya... " Selanjutnya Umar bin Khattab mengucapkan selamat kepada Imam Ali seraya berkata“Selamat, selamat atasmu wahai putra Abu Thalib, engkau telah menjadi pemimpinku dan pemimpin setiap yang mukmin dan mukminah”. Riwayat tersebut dan riwayat-riwayat lain yang semakna dengannya terdapat dalam kitab-kitab berikut Tanzīl, karya Al-Haskani, juz 1, hal. 157, hadis ke 211, 212, 213, 214, 215, 250, cetakan pertama, Beirut. AI-Imam Ali bin Abi Thalib, dalam Tarikh Dimasyq, karya Ibnu Asakir Asy-Syafi'i, juz 2, hal. 75, hadis ke 575, 576, 577, 578, 585, cetakan pertama, Beirut. Ali bin Abi Thalib, karya Ibnu Al-Maghazili Asy-Syafi'i, hal. 19, hadis ke 24, cetakan Tehran. Baghdad, karya Al-Khatib Al-Baghdadi, juz 8, hal. 290, cetakan As-Sa'adah, Mesir. Mantsūr, karya As-Suyuthi, juz 2, hal. 259, cetakan pertama, Mesir. As-Suyuthi, juz 1, hal. 31, cetakan tahun 1360 H.; juz 1, hal. 52, cetakan Al-Masyhad Al-Huseini, Mesir. karya Al-Kharazmi Al-Hanafi, hal. 80, cetakan Al-Haidariyah. Khawwāsh, karya As-Sabth bin Al-Jauzi Al-Hanafi, hal. 30, cetakan Al-Haidariyah. Ibnu Katsir, juz 2, hal. 14, cetakan pertama, Mesir; juz 3, hal. 281, cetakan Bulaq. Husein, karya Al-Kharazmi Al-Hanafi, juz 1, hal. 47, cetakan Mathba'ah Az-Zahra'. Mawaddah, karya Al-Qundusi Al-Hanafi, hal. 115, cetakan Istambul; hal. 135, cetakan Al-Haidariyah. Simthain, karya Al-Hamwini, juz 1, hal. 72, 74,315, cetakan pertama, Beirut. Al-Ya'qūbī, juz 2, hal. 35, cetakan Al-Haidariyah. 14; Tarikh Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi Asy-Syafi'i, juz 5, hal. 210. Haqq, karya At-Tustari, juz 6, hal. 106. Ma'ānī, karya Al-Alusi, juz 6, hal. 55, cetakan Al-Muniriyah. wan Nihāyah, karya Ibnu Katsir, juz 5, hal. 213; juz 7, hal. 347, cetakan Kairo. Adapun riwayat dari jalur Syi'ah, silahkan rujuk Al-Bihār, karya Al-Majlisi, juz 38, bab 52, cetakan baru.
Щуքелι авроደупеቤο
ሶиβоտէτе ж
ጴ ጁζюኸ рсωւ մωгиዶ
ቴ ዝխнυдатрխ чελθ глፂժըд
Ζиዉ шаснект
izroilmalaikat pencabut nyawa 2.2 apk download for android. tale of life complete removal izroil angels
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ﴿٣﴾ ḥurrimat 'alaikumul-maitatu wad-damu wa laḥmul-khinzīri wa mā uhilla ligairillāhi bihī wal-munkhaniqatu wal-mauqụżatu wal-mutaraddiyatu wan-naṭīḥatu wa mā akalas-sabu'u illā mā żakkaitum, wa mā żubiḥa 'alan-nuṣubi wa an tastaqsimụ bil-azlām, żālikum fisq, al-yauma ya`isallażīna kafarụ min dīnikum fa lā takhsyauhum wakhsyaụn, al-yauma akmaltu lakum dīnakum wa atmamtu 'alaikum ni'matī wa raḍītu lakumul-islāma dīnā, fa maniḍṭurra fī makhmaṣatin gaira mutajānifil li`iṡmin fa innallāha gafụrur raḥīm Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, dan daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan diharamkan pula yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula mengundi nasib dengan azlam anak panah, karena itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. 3 Sebab Turunnya Ayat Ibnu Mandah meriwayatkan dalam kitab ash-Shahaabah, dan Abdullah bin Jabalah bin Hibban bin Hijr dari ayahnya dari kakeknya, Hibban, dia berkata, “Pada suatu ketika kami bersama Rasulullah. Lalu saya menyalakan perapian untuk memasak daging bangkai di dalam panci. Lalu Allah menurunkan firman-Nya tentang pengharaman bangkai, maka panci itu pun saya tumpahkan.”
AsbabunNuzul Surah Al-Maidah. Asbabun Nuzul Surah Al-Maidah. Asbabun Nuzul Surah Al-Maidah. Zoom In. Thumbnails. Auto Flip. First. Previous Page. Next Page. Last. Social Share. More Options. Search Search. Ads
Surat Al-maidah adalah surat urutan ke 5 dalam Al-Qur’an, dari total ayat hanya ada beberapa dari surat ini yang memiliki asbabun nuzul/sebab turunnya ayat, diataranya يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗوَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْاۘ وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ ٢ 2. Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah,193 jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram,194 jangan mengganggu hadyu hewan-hewan kurban195 dan qalā’id hewan-hewan kurban yang diberi tanda,196 dan jangan pula mengganggu para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya!197 Apabila kamu telah bertahalul menyelesaikan ihram, berburulah jika mau. Janganlah sekali-kali kebencian-mu kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas kepada mereka. Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya. 193 Syiar-syiar kesucian Allah ialah segala amalan yang dilakukan dalam rangka ibadah haji, seperti tata cara melakukan tawaf dan sa’i, serta tempat-tempat mengerjakannya, seperti Kabah, Safa, dan Lihat catatan kaki surah an-Nisā’/4 43. Asbabun Nuzul Al-Bukhari meriwayatkan dari Amr ibnul-Harits dari Abdurrahman ibnul-Qasim dari ayahnya, dari kakeknya, dari Aisyah, dia berkata, “Ketika kami dalam perjalanan menuju Madinah, kalungku terjatuh di gurun. Kemudian Rasulullah menghentikan untanya, lalu beliau turun. Setelah itu beliau merebahkan kepala beliau di pangkuanku hingga tertidur. Lalu Abu Bakar datang dan memukulku dengan keras kemudian berkata, Gara-gara kalungmu orang-orang tidak bisa langsung ke Madinah!’ Kemudian Rasulullah terbangun dan waktu pagi pun tiba. Di saat beliau akan berwudhu, beliau tidak mendapati air. Maka turunlah firman Allah, Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat,…” hingga firman-Nya, .. .agar kamu bersyukur.” al-Maa’idah 6 Lalu Usaid bin Hudhair berkata, Karena kalian wahai keluarga Abu Bakar, Allah telah memberi berkah kepada orang-orang.” Ath-Thabrani meriwayatkan dari Abbad bin Abdillah ibnuz-Zubair dari Aisyah, dia berkata, “Setelah peristiwa hilangnya kalungku dan berakhirnya kisah tentang kedustaan yang dituduhkan kepadaku, saya pergi bersama Rasulullah dalam peperangan yang lain. Lalu kalungku jatuh lagi, hingga orang-orang pun harus menghentikan perjalanan untuk mencarinya. Abu Bakar dengan agak marah berkata, Putriku, kau selalu menjadi beban dan kesulitan bagi orang-orang dalam setiap perjalanan.’ Lalu Allah menurunkan keringanan untuk bertayammum. Kemudian Abu Bakar berkata kepadaku, Sungguh engkau anak yang mendapatkan berkah.’ “ Catatan 1. Al-Bukhari menyebutkan hadits tentang tayammum ini dari riwayat Amr ibnul- Harits. Di dalamnya terdapat penjelasan bahwa ayat tentang tayammum dalam riwayat yang lain adalah ayat dalam surah al-Maa’idah. Sedangkan kebanyakan perawi hanya menyebutkan, “Lalu Allah menurunkan ayat tentang tayammum,” tanpa menjelaskan surahnya. Ibnu Abdil Barr berkata, “ini sangat sulit untuk dipastikan karena kita tidak tahu ayat mana yang dimaksud oleh Aisyah.” Ibnu Baththal berkata, “Ayat yang dimaksud adalah ayat dalam surah an-Nisaa’ Alasannya, ayat tentang tayammum dalam surah al-Maa’idah disebut juga dengan ayat wudhu, sedangkan dalam ayat surah an-Nisaa’ tidak disebutkan tentang wudhu sama sekali. Dengan ini maka jelaslah pengkhususan ayat an-Nisaa’ ini sebagai ayat tayammum.” Al-Wahidi juga menyebutkan ayat ini pada sebab turunnya ayat tayammum dalam surah an-Nisaa’ Namun dapat dipastikan bahwa yang dikuatkan oleh al-Bukhari bahwa ayat yang dimaksud adalah ayat surah al-Maa’idah adalah yang benar karena dalam hadits yang diriwayatkannya disebutkan dengan jelas tentang surahnya, yaitu surah al-Maa’idah. 2. Hadits ini menunjukkan bahwa sebelum turunnya ayat ini, wudhu adalah wajib. Oleh karena itu, mereka merasa kesulitan ketika melakukannya dengan selam air. Hal ini juga tampak dari apa yang dikatakan Abu Bakar kepada Aisyah. Ibnu Abdil Barr berkata, “Merupakan hal yang umum diketahui oleh para ahli sejarah kehidupan Rasulullah bahwa sejak diwajibkan shalat, Rasulullah selalu berwudhu sebelum shalat. Tidak ada yang menolak hal ini kecuali orang yang ingkar atau bandel.” Dia berkata lagi, “Hikmah dari turunnya ayat wudhu sedangkan wudhu telah dilakukan sebelumnya adalah agar kefardhuannya terbaca langsung di dalam Al-Qur’an.” Ada juga yang mengatakan, Kemungkinan bagian pertama dari ayat di atas yaitu tentang kewajiban berwudhu turun lebih dahulu Kemudian sisanya-yaitu yang berisi tentang tayammum-turun dalam kisah ini.” Saya as-Suyuthi katakan, “Yang pertama adalah lebih benar karena penetapan kewajiban wudhu berbarengan dengan kewajiban shalat ketika Rasulullah masih di Mekah. Sedangkan ayat di atas adalah ayat surah Madaniyyah.” Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah Ayat 11 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ اِذْ هَمَّ قَوْمٌ اَنْ يَّبْسُطُوْٓا اِلَيْكُمْ اَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ اَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗوَعَلَى اللّٰهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُوْنَ ࣖ ١١ 11. Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah nikmat Allah yang dianugerahkan kepadamu ketika suatu kaum bermaksud hendak menyerangmu dengan tangannya, lalu Dia menahan tangan mencegah mereka dari kamu. Bertakwalah kepada Allah dan hanya kepada Allahlah hendaknya orang-orang mukmin itu bertawakal. Asbabun Nuzul Ibnu Jarir meriwayatkan dari lkrimah dan Yazid bin Abi Ziyad—dan lafazhnya dari Yazid—bahwa pada suatu hari Nabi saw. pergi bersama Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Thalhah, dan Abdurrahman bin Auf ke tempat Ka’ab ibnul-Asyraf dan tempat orang-orang Yahudi Bani Nadhir. Beliau mendatangi mereka untuk meminta bantuan dalam melunasi diyat yang harus beliau bayar. Lalu mereka berkata,,”Baiklah. Sekarang duduklah dulu dan kami akan menjamumu. Setelah itu kami akan memberikan apa yang engkau minta.” Rasulullah pun duduk menunggu. Diam-diam Huyai bin Akhthab berkata kepada teman-temannya, “Kalian tidak pernah melihat dia sedekat sekarang ini. Timpakanlah batu ke tubuhnya, maka kalian akan dapat membunuhnya. Setelah itu, kalian tidak akan pernah melihat keburukan lagi untuk selamanya.” Teman-teman Huyai pun mengambil batu gilingan yang besar untuk ditimpakan ke tubuh Nabi saw.. Tapi Allah menahan tangan mereka hingga Jibril datang dan menyuruh Nabi saw. meninggalkan tempat itu. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah nikmat Allah yang diberikan kepadamu, ketika suatu kaum bermaksud hendak menyerangmu dengan tangannya,…” Ibnu Jarir juga meriwayatkan kisah yang serupa dengan di atas dari Abdullah bin Abi Bakar, Ashim bin Umair bin Qatadah, Mujahid, Abdullah bin Katsir, dan Abu Malik. Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari Qatadah, dia berkata, “Kami mendengar bahwa ayat ini diturunkan kepada Rasulullah ketika beliau berada di tengah kebun kurma ketika perang ketujuh. Ketika itu orang-orang Bani Tsa’labah dan Bani Muharib ingin membunuh Nabi saw.. Mereka mengutus seorang lelaki dari Arab pedalaman. Orang Arab pedalaman itu mendatangi Nabi saw. ketika beliau sedang tertidur di sebuah rumah. Lalu dia mengambil senjata beliau dan membangunkan beliau. Lalu dia berkata, Sekarang siapakah yang dapat menghalangiku untuk membunuhmu?’ Rasulullah dengan tenang menjawab, Allah.’ Lalu orang Arab pedalaman itu pun menyarungkan kembali pedangnya dan Rasulullah tidak menghukumnya.” Abu Nu’aim dalam kitab Dalaa’ilun Nubuwwah meriwayatkan dari Hasan al-Bashri dari Jabir bin Abdillah bahwa seorang lelaki dari kalangan orang-orang yang memerangi Islam yang bernama Ghauts ibnul-Harits berkata kepada kaumnya, “Saya akan membunuh Muhammad untuk kalian.” Dia pun mendatangi Rasulullah, yang ketika itu sedang duduk sambil memangku pedang beliau. Lalu Ghauts berkata, “Wahai Muhammad, bolehkah saya melihat pedangmu itu?” Rasulullah menjawab, “Ya silakan.” Lalu Ghauts mengambil pedang itu dan menghunusnya. Kemudian dia mengibas-ngibaskan pedang itu dan ingin membunuh Nabi saw.. Namun Allah menahannya. Lalu dia berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau tidak takut?” Dengan tenang Rasulullah menjawab, “Tidak.” Ghauts kembali bertanya, “Apakah engkau tidak takut kepadaku sedangkan pedangmu ada di tanganku?” Rasulullah menjawab kembali, “Tidak, saya tidak takut. Allah akan menghalangimu untuk berbuat buruk terhadapku.” Kemudian Ghauts menyarungkan pedang itu dan mengembalikannya kepada Rasulullah. Lalu Allah menurunkan ayat 11 surah al-Maa’idah. Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah Ayat 15-16 يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ قَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيْرًا مِّمَّا كُنْتُمْ تُخْفُوْنَ مِنَ الْكِتٰبِ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍەۗ قَدْ جَاۤءَكُمْ مِّنَ اللّٰهِ نُوْرٌ وَّكِتٰبٌ مُّبِيْنٌۙ ١٥ يَّهْدِيْ بِهِ اللّٰهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهٗ سُبُلَ السَّلٰمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ بِاِذْنِهٖ وَيَهْدِيْهِمْ اِلٰى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيْمٍ ١٦ 15. Wahai Ahlulkitab, sungguh rasul Kami telah datang kepadamu untuk menjelaskan banyak hal dari isi kitab suci yang kamu sembunyikan dan membiarkan tidak menjelaskan banyak hal pula. Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab suci207 yang jelas. 16. Dengannya kitab suci Allah menunjukkan kepada orang yang mengikuti rida-Nya jalan-jalan keselamatan, mengeluarkannya dari berbagai kegelapan menuju cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan kepadanya satu jalan yang lurus. 207 Cahaya dari Allah Swt. maksudnya adalah Nabi Muhammad saw., sedangkan kitab suci maksudnya adalah Al-Qur’an. Asbabun Nuzul Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ikrimah, dia berkata, “Nabi saw. didatangi orang-orang Yahudi yang bertanya kepada beliau tentang hukum rajam [terhadap seseorang dari mereka yang berzina muhshan]. Lalu Rasulullah bertanya, Siapakah di antara kalian yang paling pandai?’ Mereka pun menunjuk Ibnu Shuriya. Lalu Rasulullah menyumpahnya dengan Zat yang menurunkan Taurat kepada Musa dan Zat yang mengangkat Gunung Thur, serta dengan perjanjian-perjanjian yang ditetapkan atas mereka sampai dia gemetaran. Lalu dia pun berkata, Sesungguhnya ketika banyak orang yang dibunuh karena melakukan zina, akhirnya kami hanya menghukum pelakunya dengan cambuk seratus kali dan kepalanya digunduli.’ Akhimya orang Yahudi yang melakukan zina itu pun dirajam. Lalu Allah menurunkan firman-Nya, Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu banyak hal dari isi kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak pula yang dibiarkannya. Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menjelaskan. Dengan Kitab itulah Allah memberi petunjuk kepada orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan Kitab itu pula Allah mengeluarkan orang itu dari gelap gulita kepada cahaya dengan izin-Nya, dan menunjukkan kejalan yang lurus.” al-Maa’idah 15-16 Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah Ayat 18 وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ وَالنَّصٰرٰى نَحْنُ اَبْنٰۤؤُا اللّٰهِ وَاَحِبَّاۤؤُهٗ ۗ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوْبِكُمْ ۗ بَلْ اَنْتُمْ بَشَرٌ مِّمَّنْ خَلَقَۗ يَغْفِرُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَلِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا ۖوَاِلَيْهِ الْمَصِيْرُ ١٨ 18. Orang Yahudi dan orang Nasrani berkata, “Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.” Katakanlah, “Jika benar begitu, mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu? Sebaliknya, kamu adalah manusia biasa di antara orang-orang yang Dia ciptakan. Dia mengampuni siapa yang Dia kehendaki dan menyiksa siapa yang Dia kehendaki pula. Milik Allahlah kerajaan langit, bumi, dan apa yang ada di antara keduanya, dan kepada-Nya semua akan kembali.” Asbabun Nuzul Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah mendatang Nu’man bin Qushai, Bahr bin Umar, dan Syasy bin Adi. Lalu mereka berbincang dan beliau mengajak mereka masuk Islam dan memperingatkan mereka akan siksa Allah. Lalu mereka berkata, Engkau tidak bisa membuat kami takut wahai Muhammad. Karena demi Allah, kami adalah anak-anak dan kekasih Allah sebagaimana dikatakan orang-orang Nasrani terhadap diri mereka.’ Maka Allah menurunkan firman-Nya, Orang Yahudi dan Nasrani berkata,’Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya.’ ..” Ibnu Ishaq juga meriwayatkan dari lbnu Abbas, dia berkata, “Rasulullah mengajak orang-orang Yahudi masuk Islam, namun mereka tidak mau. Maka Mu’adz bin Jabal dan Sa’ad bin Ubadah berkata kepada mereka, Wahai orang-orang Yahudi, bertakwalah kepada Allah. Demi Allah, kalian sebenarnya tahu bahwa beliau adalah rasul Allah. Sungguh kalian telah menyebutkan tentang beliau dan sifat-sifat yang sesuai dengan beliau kepada kami sebelum beliau diutus.’ Maka Rafi’ bin Huraimalah dan Wahab bin Yahudza berkata, Kami tidak pernah mengatakan tentang hal itu sama sekali. Dan setelah Musa, Allah tidak lagi menurunkan Kitab dan tidak mengutus seorang rasul sebagai pemberi peringatan dan pembawa berita gembira.’ Lalu Allah menurunkan firman-Nya, Wahai Ahli Kitab! Sungguh, Rasul Kami telah datang kepadamu, menjelaskan kepadamu….”al-Maa’idah 15” Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah Ayat 33 اِنَّمَا جَزٰۤؤُا الَّذِيْنَ يُحَارِبُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًا اَنْ يُّقَتَّلُوْٓا اَوْ يُصَلَّبُوْٓا اَوْ تُقَطَّعَ اَيْدِيْهِمْ وَاَرْجُلُهُمْ مِّنْ خِلَافٍ اَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْاَرْضِۗ ذٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِى الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ٣٣ 33. Balasan bagi orang-orang yang memerangi Allah dan rasul-Nya serta membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh, disalib, dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Yang demikian itu merupakan kehinaan bagi mereka di dunia dan di akhirat kelak mereka mendapat azab yang sangat berat,212 212 Ayat ini berkenaan dengan penjelasan Allah Swt. tentang ḥirābah, yaitu tindak kekerasan secara terang-terangan untuk mengambil harta, membunuh, dan menimbulkan rasa takut, seperti perampokan dan terorisme. Asbabun Nuzul lbnu Jarir meriwayatkan dari Yazid bin Abi Habib bahwa Abdul Malik bin Marwan mengirim surat kepada Anas untuk menanyakan tentang ayat, “Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya….” Anas membalas surat tersebut dan memberi tahunya bahwa ayat ini turun pada orang-orang Urniy. Yaitu ketika mereka keluar dari Islam, membunuh penggembala, dan membawa untanya… Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Jarir hadits yang serupa dengannya. Abdurrazzaq juga meriwayatkan dari Abu Hurairah hadits yang serupa. Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah Ayat 38-39 وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْٓا اَيْدِيَهُمَا جَزَاۤءًۢ بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِّنَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ٣٨ فَمَنْ تَابَ مِنْۢ بَعْدِ ظُلْمِهٖ وَاَصْلَحَ فَاِنَّ اللّٰهَ يَتُوْبُ عَلَيْهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ٣٩ 38. Laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. 39. Maka, siapa yang bertobat setelah melakukan kezaliman dan memperbaiki diri, sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Asbabun Nuzul Ahmad dan yang lain meriwayatkan dari Abdullah bin Amr, dia berkata,”Pada masa Rasulullah, ada seorang wanita mencuri, lalu tangan kanannya dipotong. Kemudian dia bertanya, Apakah saya masih bisa bertobat wahai Rasulullah?’ Maka Allah menurunkan firman-Nya dalam surah al-Maa’idah, barangsiapa bertobat setelah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” aIMaa’idah 39 Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah Ayat 41 ۞ يٰٓاَيُّهَا الرَّسُوْلُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ فِى الْكُفْرِ مِنَ الَّذِيْنَ قَالُوْٓا اٰمَنَّا بِاَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوْبُهُمْ ۛ وَمِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا ۛ سَمّٰعُوْنَ لِلْكَذِبِ سَمّٰعُوْنَ لِقَوْمٍ اٰخَرِيْنَۙ لَمْ يَأْتُوْكَ ۗ يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ مِنْۢ بَعْدِ مَوَاضِعِهٖۚ يَقُوْلُوْنَ اِنْ اُوْتِيْتُمْ هٰذَا فَخُذُوْهُ وَاِنْ لَّمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوْا ۗوَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ فِتْنَتَهٗ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهٗ مِنَ اللّٰهِ شَيْـًٔا ۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَمْ يُرِدِ اللّٰهُ اَنْ يُّطَهِّرَ قُلُوْبَهُمْ ۗ لَهُمْ فِى الدُّنْيَا خِزْيٌ ۖوَّلَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ٤١ 41. Wahai Rasul Muhammad, janganlah engkau disedihkan oleh orang-orang yang bersegera dalam kekufuran, yaitu orang-orang munafik yang mengatakan dengan mulut mereka, “Kami telah beriman,” padahal hati mereka belum beriman, dan juga orang-orang Yahudi. Mereka adalah orang-orang yang sangat suka mendengar berita-berita bohong lagi sangat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu. Mereka mengubah firman-firman Allah setelah berada di tempat-tempat yang sebenar-nya. Mereka mengatakan, “Jika ini yang diberikan kepada kamu, terimalah. Jika kamu diberi yang bukan ini, hati-hatilah.” Siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, maka sekali-kali engkau tidak akan mampu menolak sesuatu pun dari Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Di dunia mereka mendapat kehinaan dan di akhirat akan mendapat azab yang sangat berat. Asbabun Nuzul Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Ayat ini turun pada dua kelompok Yahudi yang ketika masa jahiliah salah satunya lebih mulia dan dapat mengalahkan kelompok satunya. Akhirnya mereka sepakat bahwa jika ada orang dari golongan yang kalah yang dibunuh oleh orang yang mulia, maka diyatnya adalah lima puluh wasaq. Sedangkan orang mulia yang dibunuh oleh orang kalah, maka diyatnya adalah seratus wasaq. Mereka terus melakukan hal itu. Ketika Rasulullah datang, ada seseorang dari kelompok yang kalah membunuh seseorang dari kelompok orang-orang mulia. Maka, orang-orang mulia tersebut mengutus seseorang untuk meminta seratus wasaq dari mereka. Namun kelompok orang-orang yang kalah berkata, Apakah pernah ada dua kampung yang agama mereka sama, asal keturunan mereka sama, dan negeri mereka sama, namun diyat yang harus dibayar salah satunya hanya setengah dari diyat yang lain? Kami memberikannya karena kezaliman kalian, dan karena kami takut dari kalian. Namun setelah Muhammad datang, maka kami tidak akan memberikannya.’ Karena hal itu, peperangan pun hampir terjadi di antara mereka. Namun, akhirnya mereka sepakat untuk menjadikan Rasulullah sebagai pemutus perselisihan mereka. Lalu mereka mengirimkan beberapa orang munafik untuk menguji pendapat beliau. Maka Allah menurunkan firman-Nya, Wahai Rasul Muhammad! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya. Ahmad, Muslim, dan yang lainnya meriwayatkan dari al-Barra’ bin Azib, dia berkata, “Pada suatu hari, Nabi saw. berpapasan dengan orang-orang Yahudi yang membawa seseorang dari kalangan mereka yang dihukum dengan dijemur dan dicambuk. Lalu beliau bertanya kepada mereka, Apakah seperti ini hukuman bagi pelaku zina di dalam Kitab kalian?’ Mereka menjawab, Ya.’ Lalu beliau memanggi salah seorang dari pendeta mereka dan berkata, Saya menyumpahmu dengan nama Allah yang menurunkan Taurat kepada Musa, apakah benar-benar seperti ini hukuman bagi pelaku zina di dalam Kitab kalian?’ Dia menjawab, Demi Allah, sebenarnya bukan itu hukumannya. Seandainya engkau tidak menyumpahku dengan hal itu,. tentu aku tidak memberi tahumu. Di dalam Kitab kami, kami dapati hukuman zina adalah rajam. Akan tetapi karena orang-orang terhormat dari kami banyak yang melakukannya, maka jika salah seorang dari mereka melakukannya, kami pun membiarkannya. Jika orang yang lemah melakukannya, maka kami menerapkan hukuman itu atasnya. Lalu kami katakan kepada mereka semua,”Mari kita tetapkan hukuman yang kita berlakukan untuk orang yang terhormat dan orang Iemah.’ Maka, kami sepakat untuk menghukum pelaku zina dengan menjemur dan mencambuknya.’ Lalu Nabi saw. bersabda, Ya Allah, kami adalah orang-orang pertama yang menghidupkan kembali perintah-Mu yang telah mereka matikan.’ Lalu beliau memerintahkan agar orang Yahudi itu dirajam. Akhirnya, rajam pun diberlakukan atasnya. Lalu turunlah firman Allah, Wahai Rasul Muhammad! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya. . . , “hingga firman-Nya; Mereka mengatakan, Jika diberikan ini yang sudah diubah-ubah oleh mereka kepada kamu, maka terimalah….” al-Maaidah 41 Maksudnya, mereka berkata, Datangilah Muhammad, jika dia menfatwakan bahwa hukuman zina adalah dipanaskan dan dicambuk, maka kita terima. Namun jika dia menfatwakan rajam, maka hati-hatilah.’ Hingga firman-Nya, …maka mereka itulah orang-orang zalim.” al-Maa’idah 45 Al-Humaidi meriwayatkan di dalam musnadnya, dari Jabir bin Abdillah, dia berkata, “Seorang lelaki dari Fadak melakukan zina. Lalu penduduk Fadak mengirim sunat kepada orang-onang di Madinah yang isinya, Tanyakan kepada Nabi Muhammad saw. Tentang hukuman zina. Jika dia memerintahkan untuk dicambuk, maka terimalah. Namun jika dia memerintahkan untuk dirajam, maka jangan diterima.’ Orang-orang yang di Madinah itu bertanya kepada Rasulullah. Lalu menetapkan sebagaimana telah disebutkan dalam hadits di atas. Maka, pelaku zina itu pun akhirnya dirajam. Lalu turunlah firman Allah, …Jika mereka orang Yahudi datang kepadamu Muhammad untuk meminta putusan, maka berilah putusan di antara mereka al-Maaidah42 Al-Baihaqi di dalam kitab Dalaa’ilun Nubuwwah juga meriwayatkan hadits serupa dari Abu Hurairah. Asbabun Nuzul Surat Lain Asbabun nuzul selain surat Al-Maidah ada di daftar asbabun nuzul surat. Post Views 122Bacaayat Al-Quran, Tafsir, dan Konten Islami Bahasa Indonesia ayat 195 73 Al+ahzab+ayat+71 74 Asbabul+Nuzul+at Taubah ayat 109 75 Dunia akan rusak 76 Ayat tentang niat 77 Luqman 78 Ibadah 79 Al maidah ayat 8 80 Qur'an+Surat+almaidah+ayat+148 81 adam 82 waktu 83 Surat turunnya kitab zabur 84 Talak 85 tauhid 86 surat al-alaq ayat 1-5 87
Ayat 1, yaitu firman Allah ta’ala, “Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti keinginan orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana,” al-Ahzab 1 Sebab Turunnya Ayat Juwaibir meriwayatkan dari adh-Dhahhak dari Ibnu Abbas yang berkata, “Beberapa penduduk Mekah, seperti Walid ibnul-Mughirah dan Syaibah bin Rabi’ah mengimbau Nabi saw. untuk menghentikan dakwahnya dan sebagai imbalannya mereka akan memberi beliau separuh dari harta yang mereka miliki. Di sisi lain, orang-orang munafik dan Yahudi di Madinah ikut menakut-nakuti Rasulullah dengan ancaman bahwa jika beliau tidak menghentikan dakwahnya maka mereka akan membunuhnya. Sebagai respons terhadap hal tersebut maka Allah menurunkan ayat, “Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti keinginan orang-orang kafir…” Ayat 4, yaitu firman Allah ta’ala, “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu sendiri. Yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar.” al-Ahzab 4 Sebab Turunnya Ayat Imam at-Tirmidzi meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Suatu hari, ketika Rasulullah tengah mengimami para sahabat, tiba-tiba terjadi kekeliruan dalam bacaan atau gerakan shalat beliau. Orang-orang munafik yang ikut shalat pada saat itu lantas berkata, “Tidaklah kalian lihat bahwa ia Rasulullah memiliki dua hati; yang satu bersama kalian sementara yang satu lagi bersamanya?!’ Sebagai tanggapannya, turunlah ayat, Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya;…'” 466 Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Khasib dari Said bin Jabir, Mujahid, dan Ikrimah yang berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki yang mendakwakan diri memiliki dua buah hati/jiwa.” Ibnu Jarir juga meriwayatkan riwayat yang sama dari jalur Qatadah dari al-Hasan. Hanya saja, terdapat tambahan, yaitu bahwa laki-laki itu berkata, “Saya memiliki satu jiwa yang menyuruh, sementara yang satu lagi melarang.” Selain itu, dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid juga diriwayatkan, “Ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki dari Bani Fahr yang berkata, Sesungguhnya di dalam tubuh saya terdapat dua hati yang masing-masingnya lebih hebat dari akal Muhammad.'” Ibnu Abi Hatim juga meriwayatkan dari Suddi bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang laki-laki Quraisy dari Bani Jumah yang bernama Jamil bin Muammar. Ayat 5, yaitu firman Allah ta’ala, “Panggilah mereka anak-anak angkat itu dengan memakai nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka panggilah mereka sebagai saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu . Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi yang ada dosanya apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” al-Ahzab 5 Sebab Turunnya Ayat Imam Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Umar yang berkata, “Kami masih tetap memanggil Zaid bin Haritsah dengan Zaid bin Muhammad hingga turun ayat, Panggilah mereka anak-anak angkat itu dengan memakai nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah,…'” Ayat 9, yaitu firman Allah ta’ala, “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan ni’mat Allah yang telah dikurniakan kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya . Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan.” al-Ahzab 9 Sebab Turunnya Ayat Imam al-Baihaqi meriwayatkan dalam kitab ad-Dalaa’il dari Hudzaifah yang berkata, “Pada saat Perang Ahzab, kami para sahabat berbaris dalam keadaan duduk. Sementara itu, Abu Sufyan dan pasukan koalisi kaum kafir berada di atas kami, sedangkan kaum Yahudi Bani Quraizhah di belakang kami. Kami khawatir mereka akan menyerang istri dan anak-anak kami. Kami tidak pernah mengalami malam yang begitu gelap dengan angin yang begitu kencang seperti ini sebelumnya. Di tengah situasi seperti itu, satu per satu orang munafik lalu meminta izin kepada Rasulullah untuk meninggalkan tempat. Mereka beralasan, Sesungguhnya rumah kami dalam keadaan terbuka tidak ada yang menjaga,’ padahal tidak demikian adanya. Pada saat itu, tidak seorang pun yang meminta izin kepada Rasulullah melainkan beliau memberinya izin. Orang-orang munafik itu pun satu per satu mulai menjauh. Tiba-tiba, Rasulullah terlihat menghampiri kami sambil berjalan kaki hingga sampai di depan saya. Beliau lalu berkata kepada saya, Sesungguhnya tengah terjadi sesuatu pada orang-orang itu pasukan Ahzab. Oleh karena itu, pergilah dan informasikan keadaan mereka kepada saya!’ Dengan mengendap-endap saya lalu mendatangi perkemahan mereka. Di sana, saya menemukan perkemahan mereka tengah didera angin yang sangat kencang. Tidak sejengkal tanah pun dari tempat kemah mereka itu yang tidak terkena terjangan angin. Demi Allah, saya sungguh mendengar suara bebatuan yang menerjang kendaraan dan kemah-kemah mereka. DI sela-sela gemuruh angin yang menerjang itu, saya mendengar teriakan-teriakan panik mereka, Segera menyingkir! Lari!’ Setelah beberapa saat, saya lalu kembali ke tempat Rasulullah dan memberitahukan apa yang terjadi pada pasukan koalisi tersebut. Saya juga mengatakan bahwa ketika meninggalkan tempat itu, mereka telah lari kocar kacir. Setelah kejadian itu, turunlah ayat, “Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan ni’mat Allah yang telah dikurniakan kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara,…'” Ayat 12, yaitu firman Allah ta’ala, “Dan ingatlah ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata ”Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya”. al-Ahzab 12 Sebab Turunya Ayat Ibnu Abi Hatim dan Imam al-Baihaqi meriwayatkan dalam kitab ad-Dalaa’il dari Katsir bin Abdullah bin Amru al-Muzni dari ayahnya dari kakeknya yang berkata, “Rasulullah memutuskan untuk membuat parit di sekeliling kota Madinah sebelum terjadinya Perang Ahzab. Allah lalu mengeluarkan dari dalam parit sebuah batu besar yang bulat dan berwarna putih. Rasulullah lalu mengambil pacul dan memukul batu itu dengan keras sehingga merekah dan tiba-tiba mencuat cahaya terang dari batu itu yang memerangi kedua ujung kota Madinah. Melihat itu, Rasulullah kembali bertakbir dan kaum muslimin pun ikut bertakbir. Rasulullah lalu memukul batu itu kembali sehingga merekah lebih besar dan kembali mencuat cahaya terang yang menerangi kedua ujung kota Madinah. Melihat itu, Rasulullah kembali bertakbir dan kaum muslimin pun ikut bertakbir. Rasulullah kemudian memukul batu itu untuk ketiga kalinya hingga akhirnya pecah berkeping-keping. Akan tetapi, lagi-lagi mencuat cahaya terang dari batu itu yang menerangi kedua ujung kota Madinah sehigga Rasulullah kembali bertakbir untuk ketiga kalinya dan begitu pula kaum muslimin. Ketika Rasulullah ditanya tentang kejadian tersebut, beliau berkata, Pada pukulan pertama, cahaya terang dari batu itu membuat saya dapat melihat istana-istana Hirah dan Madain yang dimiliki Kisra Persia. Jibril lalu datang dan memberitahukan bahwa umat saya nantinya akan mengalahkan mereka kaum Persia. Selanjutnya, pada pukulan kedua, cahaya terang dari batu itu membuat saya dapat melihat istana-istana merah yang terdapat di daerah Romawi. Jibril lalu memberitahukan bahwa umat saya nantinya akan mengalahkan mereka kaum Romawi. Ketika saya memukul untuk ketiga kalinya, cahaya terang dari batu itu membuat saya dapat melihat istana-istana di kota San’aa Yaman dan Jibril kembali memberitahukan bahwa umat saya nantinya akan mengalahkan mereka kerajaan Yaman.’ Akan tetapi, ketika orang-orang munafik mendengar ucapan Nabi saw. tersebut, mereka justru berkata dengan nada mengejek kepada para sahabat, Tidakkah kalian merasa heran dengan ucapan, angan-angan dan janji-janji palsu yang disampaikannya kepada kalian?! Bagaimana mungkin ia menyatakan telah melihat kota Yatsrib ini istana-istana Hirah dan Madain milik raja Kisra Persia; juga menyatakan bahwa kalian akan menaklukannya, sementara kalian saat ini hanya bisa menggali parit untuk melindungi diri dari kelompok-kelompok yang kalian tidak mampu menghadapinya?!’ Sebagai respons terhadap sikap tersebut, turunlah ayat, Dan ingatlah ketika orang-orang munafik dan orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya berkata ”Allah dan Rasul-Nya tidak menjanjikan kepada kami melainkan tipu daya”. Juwaibir meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang berkata, “Ayat ini turun sebagai respons terhadap sikap Mut’ab bin Qusyair al-Anshari, yaitu orang yang mengucapkan kata-kata ejekan di atas.” Selanjutnya, Ibnu Ishak dan al-Baihaqi juga meriwayatkan dari Urwah ibnuz Zubair dan Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi dan lainnya yang berkata, “Mut’ab bin Qusyair berkata, Bagaimana mungkin Muhammad menjanjikan bahwa kita akan menguasai harta dan istana-istana Kisra Persia sementara saat ini saja setiap kita tidak merasa aman, bahkan unuk sekadar pergi membuang hajat!'” Berikutnya, juga diriwayatkan bahwa Aus bin Qaizhi berkata kepada Rasulullah di hadapan pemuka-pemuka kaumnya, “Sesunguhnya rumah kami dalam keadaan terbuka tidak ada penjaga sementara ia berada di luar kota Madinah. Oleh sebab itu, izinkanlah kami untuk kembali ke rumah dan menjaga istri dan anak-anak kami.” Pada saat orang-orang munafik itu telah pergi dan umat Islam berhasil melewati cobaan berat tersebut, Allah lalu menurunkan ayat kepada Rasulullah yang mengingatkan kepada beliau berbagai nikmat yang telah diturunkan-Nya serta penjagaan-Nya terhadap beliau dari tipu daya mereka setelah prasangka dan kata-kata buruk yang mereka lontarkan terhadap beliau. Ayat dimaksud adalah, “Wahai orang-orang yang beriman! Inganlah akan nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadamu ketika bala tentara datang kepadamu,...” al-Ahzab 9 Ayat 23, yaitu firman Allah ta’ala, “DI antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah janjinya.” al-Ahzab 23 Sebab Turunnya Ayat Imam Muslim, at-Tirmidzi, dan lainnya meriwayatkan dari Anas bin Malik yang berkata, “Paman saya, Anas bin Nadhir, tidak sempat mengikuti Perang Badar. Hal itu membuatnya merasa sangat sedih. Ia berkata, Bagaimana mungkin pada peperangan pertama yang diikuti oleh Rasulullah saya tidak ikut. Sekiranya nanti Allah mengizinkan saya untuk mengikuti peperangan berikutnya bersama Rasulullah niscaya Allah akan menyaksikan bagaimana tingginya semangat perjuangan saya.’ Beberapa waktu kemudian, terjadilah Perang Uhud. Paman saya lantas ikut terjun ke medan perang hingga akhirnya syahid. Di sekujur tubuhnya kami menemukan lebih dari delapan puluh luka, baik yang karena sabetan pedang, tusukan tombak, maupun terjangan anak panah.” Selanjutnya turunlah ayat ini, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah.” hingga akhir ayat. 467 466. Sunan at-Tirmidzi, hadits nomor 3199. Imam at-Tirmidzi menilai hadits ini berkualitas hasan. 467. Shahih Muslim, kitab al-Imarah, hadits nomor 1903, Sunan at-Tirmidzi, kitab at-Tafsiir, hadits nomor 3200. Sumber Diadaptasi dari Jalaluddin As-Suyuthi, Lubaabun Nuquul fii Asbaabin Nuzuul, atau Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an, terj. Tim Abdul Hayyie Gema Insani, hlm. 444 – 450. Post Views 329
ፗицуկаቺιբ չ
Твի чጶፗ յοдахрօβοщ
Թιቅ ισюст
Υжեнոрጏսи αծωц убեቩጨбощ
Вιжዡσሟпсիп խкυл χус
Փусноծеրαእ еղυժаգадի
Пяմ оքасօпыβ ገещоփыβы
Фቾκαз ωνաኯовиլ
Θξиተокр шፃж կоւуслድ
Ареξ хекο
ካиլудращ веτосрո
Ι θպоκеቶ
ዟε ሃፕжаց
ሆа эσዒηеጣохуб δևኞыգупс
ጺζէмեχխ θлуቼотр
Аչоሙθноχυ πулኯ μիпсасασαν
Yaituberbagi sebuah hadits yang memiliki keterkaitan dengan ayat-ayat al Quran (Qur'an/al Qur'an), baik sebagai penjelasan, implementasi kandungan makna sebuah ayat, maupun sebagai Asbabun Nuzul sebuat ayat al Quran. Sebelumnya, kami telah berbagi hadits Bukhari nomor 4045 yang matannya berkaitan dengan Quran Surat al Hajj [22] ayat 33.
Memahami konteks turun ayat, atau lazim disebut asbabul nuzul, penting untuk memahami keutuhan makna ayat. Apalagi sebagian ayat diturunkan pada konteks tertentu dan spesifik, sekalipun kandungannya bersifat global, universal, dan tidak hanya diperuntukkan pada masa itu Surah Al-Maidah 51, penulis kitab Ma’alimul Tanzil fi Tafsiril Qur’an, Al-Baghawi wafat 510 H, menyebutkan beberapa riwayat yang berkaitan dengan penyebab turun ayat ini. Riwayat pertama mengisahkan bahwa ayat ini diturunkan pada saat Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul tengah bertengkar. Mereka berdebat terkait siapa yang pantas dijadikan tempat berlindung. Pertengkaran mereka itu akhirnya terdengar oleh Nabi SAW. Berikut petikan kisahnya نزلت في عبادة بن الصامت وعبد الله بن أبي ابن سلول، وذلك أنهما أختصما، فقال عبادة إن لي أولياء من اليهود كثير عددهم شديدة شوكتهم، وإني أبرأ إلى الله وإلى رسوله من ولايتهم وولاية اليهود، ولا مولى لي إلا الله ورسوله، فقال عبد الله لكني لا أبرأ من ولاية اليهود لأني أخاف الدوائر ولا بد لي منهم، فقال النبي صلى الله عليه وسلم يا أبا الحباب ما نفست به من ولاية اليهود على عبادة بن الصامت فهو لك دونه. قال إذا أقبل، فأنزل الله تعالى بهذ الآيةArtinya, "Ayat ini diturunkan pada saat Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul bertengkar Ubadah berkata, Saya memiliki banyak awliya’ teman/sekutu/pelindung Yahudi, jumlah mereka banyak, dan pengaruhnya besar. Tapi saya melepaskan diri dari mereka dan mengikuti Allah SWT dan Rasul-Nya. Tiada pelindung bagi saya, kecuali Allah dan Rasul-Nya’.Abdullah bin Ubay berkata, Saya lebih memilih berlindung kepada Yahudi karena saya takut ditimpa musibah. Untuk mengindarinya saya harus bergabung dengan mereka’. Nabi SAW berkata, Wahai Abul Hubab, keinginanmu tetap dalam perlindungan kekuasaan Yahudi adalah pilihanmu, tidak baginya’. Ia menjawab, Baik, saya menerimanya’. Karenanya, turunlah ayat ini.”Riwayat kedua, As-Suddi mengatakan, ayat ini diturunkan ketika terjadi serangan yang sangat kuat terhadap suatu kelompok pada perang Uhud. Mereka takut bila orang kafir menyiksa mereka. Berkata salah seorang Muslim, “Saya bergabung dengan orang Yahudi dan menjadikan mereka sebagai tempat berlindung, karena saya khawatir orang-orang Yahudi menyiksa saya”. Sementara seorang lagi berkata, “Saya bergabung dengan orang Nasrani dari Syam dan menjadikannya pelindung.” Maka turunlah ayat ini sebagai larangan terhadap mereka berdua. Ini kutipan redaksi Arabnya قال السدي لما كانت وقعة أحد اشتدت على طائفة من الناس وتخوفوا أن يدل عليهم الكفار. فقال رجل من المسلمين أنا ألحق بفلان اليهودي وآخذ منه أمانا إني أخاف أن يدال علينا اليهود، وقال رجل آخر أما أنا فألحق النصراني من أهل الشام وآخذ منه أمانا، فأنزل الله تعالى هذه الآية ينهماهماSelain dua riwayat di atas, terdapat beberapa riwayat lain yang berkaitan dengan konteks turunnya surah Al-Maidah 51. Tentu semua riwayat itu tidak mungkin disebutkan di sini semuanya. Dari dua riwayat tersebut dapat diperhatikan bahwa ayat ini turun pada saat konflik umat Islam dengan non-Muslim sedang memanas. Dalam situasi konflik, berpihak pada kelompok musuh, pada waktu itu orang kafir, dianggap sebagai sebuah pengkhianatan dan merusak persatuan umat Islam. Bahkan orang yang bersekutu dengan musuh dinilai sudah menjadi bagian dari mereka. Karenanya, ketika ada orang yang meminta perlindungan atau berkoalisi dengan orang Yahudi dan Nasrani, ayat ini diturunkan sebagai larangan. Wallahu a’lam. Hengki Ferdiansyah
SuratAl-Maidah Asbabun Nuzul (Al-Maidah: 3), hingga akhir ayat. Sufyan merasa ragu jika disebutkan di dalam riwayat, maka hal itu merupakan sikap hati-hatinya bila ditinjau dari segi keraguan, apakah gurunya telah mengabarkan hal itu atau tidak. Jika ia merasa ragu perihal kejadian wuquf pada haji wada' adalah hari Jumat, hal ini menurut
Kajian Khazanah Islam kategori posting Asbabun Nuzul Pembaca budiman, Rahmat serta Bimbingan-Nya semoga selalu tercurah dan menyertai kita dalam segala aktivitas di dunia ini, untuk meraih kebahagiaan dan mengharap Ridho-Nya di Akhirat kelak. Aamiin... Uraian hari ini penulis akan mengupas Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah Ayat 2 sampai 4, dan dibawah inilah uraiannya secara lengkap. Sebagai mukadimah saya kutipkan sedikit tentang surat Al-Maidah tersebut Surat Al-Maaidah terdiri dari 120 ayat termasuk golongan surat Madaniyyah. Sekalipun ada ayatnya yang turun di Mekah, namun ayat ini diturunkan sesudah Nabi Muhammad SAW. hijrah ke Madinah yaitu diwaktu haji Wadaa'. Surat ini dinamakan "Al-Maaidah" hidangan karena memuat kisah pengikut-pengikut setia Nabi Isa yang meminta kepada Nabi Isa agar Allah menurunkan untuk mereka Al-Maaidah hidangan makanan dari langit ayat 112. Dan dinamakan dengan Al-Uqud perjanjian, karena kata itu terdapat pada ayat pertama surat ini, dimana Allah menyuruh agar hamba-hamba-Nya memenuhi janji prasetia mereka terhadap Allah dan perjanjian-perjanjian yang yang mereka buat sesamanya. Dinamakan juga "Al Munqiqdz" yang menyelamatkan, karena akhir surat ini mengandung kisah tentang Nabi Isa penyelamat pengikut-pengikut setianya dari azab Allah SWT. Pokok-pokok isinya 1 . Keimanan Bantahan terhadap orang-orang yang mempertuhankan Nabi Isa 2. Hukum-Hukum Keharusan memenuhi perjanjian, hukum melanggar syi'ar Allah makanan yang dihalalkan dan yang diharamkan, hukum mengawini wanita ahli kitab, wudhu, tayammum mandi wajib, hukum membunuh orang, hukum mengacau dan mengganggu keamanan hukum qishas, hukum melanggar sumpah dan kaafaratnya, hukum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib, hukum membunuh binatang waktu ihram, hukum persaksian dalam berwasiat. 3. Kisah-Kisah Kisah-kisah Nabi Musa menyuruh kaumnya memasuki Palestina, kisah Habil dan Qabil, kisah-kisah tentang Nabi Isa 4. Dan lain-lain. Keharusan bersikap lemah lembut terhadap sesam mu'min bersikap keras terhadap orang-orang kafir; penyempurnaan Agama Islam di zaman Nabi Muhammad saw. keharusan jujur dan berlaku adil, sikap dalam menghadapi berita-berita bohong ; akibat berteman akrab dengan orang yang bukan muslim, kutukan Allah terhadap orang-orang Yahudi, kewajiban rasul hanya menyampaikan agama, sikap Yahudi dan Nasrani terhadap orang Islam, Ka'bah sokoguru kehidupan manusia, peringatan Allah supaya meninggal kebiasaan Arab Jahiliyyah, larangan-larangan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang mengakibatkan kesempitan dalam agama. Asbabun Nuzul Al-Maa-idah Ayat 2 "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah dan janganlah melanggar kehormatan bulan-bulan Haram, jangan mengganggu binatang-binatang hadya, dan binatang-bonatang qalaa-id, dn jangan pula mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari karunia dan keridhaan dari Tuhannya, dan apabila kamu telah menyelesaikan ibdah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian mu kepada suatu kaum kaarena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram, mendorongmu berbuat aniaya kepada mereka. Dan tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya". QS Al-Maaidah 2 * Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa al-Hathum bin Hindun al-Bakri datang ke Madinah membawa kafilah yang penuh dengan makanan, dan memperdagangkannya, kemudian ia menghadap Nabi saw. untuk masuk Islam dan baiat sumpah setia. Setelah ia pulang, Nabi saw. bersabda kepada orang-orang yang ada pada waktu itu. "Bahwa ia masuk ke sini dengan muka seorang jahat dan pulang dengan punggung penghianat". Ketika orang itu sampai ke Yamamah, ia pun murtad dari Agama Islam. Pada suatu waktu pada bulan Dzul-qa'dah iapun berangkat membwa kafilah yang penuh dengan makanan menuju Makkah. Ketika sabahat Nabi saw. mendengar berita kepergiannya ke Makkah bersiaplah segolongan kaum Muhajirin dan Ansyor untuk mencegat kafilahnya. Dan atas kejadian tersebut maka turun QS Al-Maidah ayat 2, yang melarang perang pada bulan haram. Pasukan itu pun kaum muhajirin dan Ansyor tidak jadi mencegatnya. - Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ikrimah. - Diriwayatkan pula oleh as-Suaddi seperti itu. * Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa dengan terhalangnya Rasulullah saw. dan para sahabat mengerjakan umrah di Masjidil haram di Makkah, yang menimbulkan perjanjian Hudaibiah anatara Kaum Muslimin dan Musyrikin para sahabat Nabi saw. merasa kesal karenanya. * Pada suatu hari lalulah/lewatlah orang-orang musyrikin dari ahli masyriq akan menjalankan Umrah. Berkatalah para sahabat Nabi saw, "Mari kita cegat mereka sebagaimana mereka pernah mencegat sahabat-sahabat kita". Oleh karena niatan para sahabat itu, Allah menurunkan ayat ini QS 5 2 sebagai larangan untuk membalas dendam. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Zaid bin Aslam. Asbabun nuzul Al-Maa-idah ayat 3. "Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelihnya, dan diharamkanbagimu yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah, mengundai nasib dengan anak panah itu adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan Agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu Agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepada-mu ni'matKu, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. Maka barang siapa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang". QS, 5 3. * Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Hibban sedang menggodok daging bangkai, Rasulullah saw. ada bersamanya. Maka dengan kejadian tersebut turunlah QS, 5 3 yang mengharamkan bangkai. Seketika itu juga isi panci yang ada daging bangkainya dibuang. - Diriwayatkan oleh Ibnu Mandah dalam Kitabush-Shahabah dari Abdullah bin Jabalan bin Hibban bin Hajar dari bapaknya yang bersumber dari datuknya Hibban bin Hajar. Asbabun Nuzul Al-Maa-idah ayat 4. "Mereka menanyakan kepadamu Apakah yang dihalalkan bagi mereka?. Katakanlah "dihalalkan bagimu yang baik-baik dan buruan yang ditangkap oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu waktu melepaskannya. Dan bertakwalah kepada Allah,sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya". QS,5 4 * Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Jibril datang kepada Nabi saw. dan minta izin untuk masuk. Nabi saw. mempersilahkannya, tetapi Jibril lambat sekali, sehingga beliau mengelu-elukanya. Jibril berdiri di pintu. Lalu Jibril berkata Saya telah meminta izin kepada tuan" Rasulullah membenarkannya. Lalu Jibril berkata "Kami tak mau masuk rumah yang ada gambar dan anjing." Dengan peristiwa itu Rasulullah saw. mendapat laporan bahwa disebagian rumah sahabat terdapat anjing. Setelah itu Rasulullah saw. memerintahkan Abu Rafi' untuk tidak membiarkan seekor anjing pun hidup di Madinah. Para sahabat datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya "Apa yang halal bagi kami dari hewan-hewan yang engkau perintahkan membunuhnya" Maka dengan adanya peristiwa tersebut turunlah ayat ini QS, 5 4 yang menerangkan bahwa yang halal itu adalah yang baik. - Diriwayatkan oleh at-Tharani, al-Hakim, Baihaqi dan lainnya yang bersumber dari Abi Rafi'. * Dalam riwyat lain dikemukakan bahwa Rasulullah saw. mengutus Abu Rafi' sampai ke kampung-kampung untuk membunuh setiap anjing. Maka datanglah Ahshim bin Adi Sa'ad bin Hatsmah dan 'Uwaimir bin Sa'adah menghadap kepada Rasulullah saw. dan bertanya "Apa yang dihalalkan bagi kami?" Maka turunlah ayat ini QS, 5 4 sebagai jawabannya. - Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ikrimah. *Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Rasulullah saw. memerintahkan membunuh anjing-anjing. Para sahabat bertanya "Ya Rasulullah, Apa yang halal bagi kami dari hewan ini" Maka turunlah ayat ini QS 5 4 sebagai jawabannya. - Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Muhammad bin Ka'ab al Quradhi. * Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw. tentang hukum berburu dengan anjing, Rasulullah tidak mengetahui bagaimana harus menjawabnya. Maka turunlah ayat ini QS 5 4 yang menetapkan hukum berburu dengan hewan yang telah diajar berburu. - Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari as-Syu'bi yang bersumber dari Adi bin Hatim at-Thai. *Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Adi bin Hatim dan Zaid bin al-Muhalhal, at-Tha bertanya kepada Rasulullah saw. "Kamiu tukang berburu dengan anjing, dan anjing suku bangsa Dzarih pandai berburu sapi, keledai dan kijang, padahal Allah telah mengharamkan bangkai. Apa yang halal bagi kami daripada hasil buruan itu?. Maka turunlah ayat ini QS 5 4 yang menegaskan hukum hasil buruan. - Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Sa'id bin Jubair. Baca juga yang ini
BerikutAsbabun Nuzul dan Tafsir Surat al-Maidah ayat 51 yang harus kita pelajari dan pahami; Asbabun Nuzul QS. al-Maidah ayat 51. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan al-Baihaqi, yang bersumber dari 'Ubadah bin ash-Shamit bahwa 'Abdullah bin Ubay bin Salul (tokoh munafik Madinah) dan 'Ubadah bin ash-Shamit (salah Deprecated Function WP_Query was called with an argument that is deprecated since version caller_get_posts is deprecated. Use ignore_sticky_posts instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5697 Notice Undefined variable arkrp in /home/u5450082/public_html/ on line 435 Deprecated Function ark_content_rss is deprecated since version Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5413 Notice Undefined variable excerpt in /home/u5450082/public_html/ on line 521 Deprecated Function ark_content_rss is deprecated since version Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5413 Notice Undefined variable excerpt in /home/u5450082/public_html/ on line 521 Deprecated Function ark_content_rss is deprecated since version Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5413 Notice Undefined variable excerpt in /home/u5450082/public_html/ on line 521 Deprecated Function ark_content_rss is deprecated since version Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5413 Notice Undefined variable excerpt in /home/u5450082/public_html/ on line 521 Deprecated Function ark_content_rss is deprecated since version Use the_content_feed instead. in /home/u5450082/public_html/ on line 5413 Notice Undefined variable excerpt in /home/u5450082/public_html/ on line 521Memahami konteks turun ayat, atau lazim disebut asbabul nuzul, penting untuk memahami keutuhan makna ayat. Apalagi sebagian ayat diturunkan pada konteks tertentu dan spesifik, sekalipun kandungannya bersifat global, universal, dan tidak hanya diperuntukkan pada masa itu saja. Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah ayat 51-53, Berdasarkan Kitab Maalimul Tanzil Fi Tafsiril Quran Al Baghawi Terkait Surah Al-Maidah 51, penulis kitab Ma’alimul Tanzil fi Tafsiril Qur’an, Al-Baghawi wafat 510 H, menyebutkan beberapa riwayat yang berkaitan dengan penyebab turun ayat ini. Riwayat pertama mengisahkan bahwa ayat ini diturunkan pada saat Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul tengah bertengkar. Mereka berdebat terkait siapa yang pantas dijadikan tempat berlindung. Pertengkaran mereka itu akhirnya terdengar oleh Nabi SAW. Berikut petikan kisahnya نزلت في عبادة بن الصامت وعبد الله بن أبي ابن سلول، وذلك أنهما أختصما، فقال عبادة إن لي أولياء من اليهود كثير عددهم شديدة شوكتهم، وإني أبرأ إلى الله وإلى رسوله من ولايتهم وولاية اليهود، ولا مولى لي إلا الله ورسوله، فقال عبد الله لكني لا أبرأ من ولاية اليهود لأني أخاف الدوائر ولا بد لي منهم، فقال النبي صلى الله عليه وسلم يا أبا الحباب ما نفست به من ولاية اليهود على عبادة بن الصامت فهو لك دونه. قال إذا أقبل، فأنزل الله تعالى بهذ الآية Artinya, “Ayat ini diturunkan pada saat Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul bertengkar Ubadah berkata, Saya memiliki banyak awliya’ teman/sekutu/pelindung Yahudi, jumlah mereka banyak, dan pengaruhnya besar. Tapi saya melepaskan diri dari mereka dan mengikuti Allah SWT dan Rasul-Nya. Tiada pelindung bagi saya, kecuali Allah dan Rasul-Nya’. Abdullah bin Ubay berkata, Saya lebih memilih berlindung kepada Yahudi karena saya takut ditimpa musibah. Untuk mengindarinya saya harus bergabung dengan mereka’. Nabi SAW berkata, Wahai Abul Hubab, keinginanmu tetap dalam perlindungan kekuasaan Yahudi adalah pilihanmu, tidak baginya’. Ia menjawab, Baik, saya menerimanya’. Karenanya, turunlah ayat ini.” Riwayat kedua, As-Suddi mengatakan, ayat ini diturunkan ketika terjadi serangan yang sangat kuat terhadap suatu kelompok pada perang Uhud. Mereka takut bila orang kafir menyiksa mereka. Berkata salah seorang Muslim, “Saya bergabung dengan orang Yahudi dan menjadikan mereka sebagai tempat berlindung, karena saya khawatir orang-orang Yahudi menyiksa saya”. Sementara seorang lagi berkata, “Saya bergabung dengan orang Nasrani dari Syam dan menjadikannya pelindung.” Maka turunlah ayat ini sebagai larangan terhadap mereka berdua. Ini kutipan redaksi Arabnya قال السدي لما كانت وقعة أحد اشتدت على طائفة من الناس وتخوفوا أن يدل عليهم الكفار. فقال رجل من المسلمين أنا ألحق بفلان اليهودي وآخذ منه أمانا إني أخاف أن يدال علينا اليهود، وقال رجل آخر أما أنا فألحق النصراني من أهل الشام وآخذ منه أمانا، فأنزل الله تعالى هذه الآية ينهماهما Selain dua riwayat di atas, terdapat beberapa riwayat lain yang berkaitan dengan konteks turunnya surah Al-Maidah 51. Tentu semua riwayat itu tidak mungkin disebutkan di sini semuanya. Dari dua riwayat tersebut dapat diperhatikan bahwa ayat ini turun pada saat konflik umat Islam dengan non-Muslim sedang memanas. Dalam situasi konflik, berpihak pada kelompok musuh, pada waktu itu orang kafir, dianggap sebagai sebuah pengkhianatan dan merusak persatuan umat Islam. Bahkan orang yang bersekutu dengan musuh dinilai sudah menjadi bagian dari mereka. Karenanya, ketika ada orang yang meminta perlindungan atau berkoalisi dengan orang Yahudi dan Nasrani, ayat ini diturunkan sebagai larangan Asbabun Nuzul Surat Al-Maidah ayat 51-53, Berdasarkan Ibnu Katsir Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali mu, sebagian mereka adalah wali bagi sebagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. QS,5 51Maka Kami akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya orang-orang munafik bersegera mendekati mereka Yahudi dan Nasrani seraya berkata, “kami takut akan mendapat bencana” Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan kepada Rasul-Nya. atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka. QS,5 52Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan ; “Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nam Allah”, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?” Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. QS, 5 53 Allah melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin mengangkat orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai wali mereka, karena mereka adalah musuh-musuh Islam dan para penganutnya. semoga Allah melaknat mereka. Kemudian Allah memberitahukan bahwa sebagian dari mereka adalah wali bagi sebagian mereka. Selanjutnya Allah memperingatkan orang mukmin yang melakukan hal itu melalui firman-Nya sebagai berikut وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمْ فَإِنَّهُۥ مِنْهُمْ Barangsiapa di antara kalian mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka…. QS 5 51 Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ibnu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Katsir Ibnu Shihab; telah menceritakan kepada kami Muhammad Yakni Ibnu Sa’id ibnu Sabiq, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Qais, dari Sammak ibnu Harb, dari Iyad, bahwa Umar pernah memerintahkan Abu Musa Al Asyari untuk melaporkan kepadanya tentang semua yang diambil dan yang diberikannya pemasukan dan pengeluarannya dalam suatu catatan lengkap. Dan ternyata yang menjadi sekretaris Abu Musa saat itu adalah seorang Nasrani. Kemudian hal tersebut dilaporkan kepada Khalifah Umar Maka khalifah Umar merasa heran akan hal tersebut. Lalu ia berkata “sesungguhnya orang ini benar-benar pandai.” Abu Musa apakah kamu dapat memanggil orang yang dari negeri Syam untuk membacakan sebuah surat di dalam masjid?” Abu Musa Al-Asyari menjawab “Dia tidak dapat melakukannya wahai Khalifah. Khalifah Umar bertanya, “Apakah dia sedang mempunyai jinabah?” Abu Musa Al-Asyari berkata Tidak, tetapi dia adalah seorang Nasrani. “Khalifah Umar membentakku dan memukul pahaku, lalu berkata “Pecatlah dia”. Selanjutnya Khalifah Umar membacakan firman Allah Swt. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali kalian. QS 5 51.Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Muhammad ibnu Sabah, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Aun, dari Muhammad ibnu Sirin yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Atabah pernah berkata “Hendalah seseorang di antara kalian memelihara dirinya, jangan sampai men jadi seorang Yahudi dan Nasrani, sedangkan dia tidak menyadarinya. Menurut Muhammad ibnu Sirin, yang dimaksud olehnya menurut dugaan kami adalah firman Allah Swt. yang mengatakan “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali kalian. QS, 5 51 Telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyai, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fuda’il dari Asim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah ditanya mengenai sembelihan orang-orang Nasrani Arab. Maka ia menjawab “Boleh dimakan” Allah Swt. berfirman “Barang siapa di antara kalian mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. QS, 5 51 Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Abuz Zanad. Firman Allah Swt. فَتَرَى الَّذِينَ فِى قُلُوبِهِم مَّرَضٌ Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya QS 5 52 Yaitu keraguan, kebimbangan, dan kemunafikan. يُسٰرِعُونَ فِيهِمْ. bersegera mendekati mereka. QS, 5 52Maksudnya mereka bersegera berteman akrab dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani secara lahir batin. يَقُولُونَ نَخْشَىٰٓ أَن تُصِيبَنَا دَآئِرَةٌ “seraya berkata, kami takut akan mendapat bencana” QS, 5 52Yakni mereka melakukan demikian dengan alasan bahwa mereka takut akan terjadi sesuatu perubahan, yaitu orang-orang kafir beroleh kenengan atas kaum muslim. Jika hal ini terjadi, berarti mereka akan memperoleh perlindungan dari orang-orang Yahudi dan Nasrani, mengingat orang-orang Yahudi dan Nasrani mempunyai pengaruh tersendiri di kalangan orang-orang kafir, sehingga sikap berteman akrab dengan mereka dapat memberikan manfaat ini. Maka Allah Swt berfirman untuk menjawab mereka فَعَسَىاللَّـهُ أَن يَأْتِىَ بِالْفَتْحِ… …mudah-mudahan Allah akan memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya QS, 5 52Menurut As-Saddi, yang dimaksud dengan al-Fathu dalam ayat ini ialah kenenangan atas kota Mekah. Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah kekuasaan peradilan dan أَمْرٍ مِّنْ عِندِهِ… .atau sesuatu keputusan dari-Nya QS,5 52 Menurut As-Saddi , makna yang dimaksud ialah menganutjizyah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani فَيُصْبِحُوا۟… ..maka karena itu mereka menjadi. QS, 5 52 Yakni orang-orang yang menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai wali mereka dari kalangan kaum مَآ أَسَرُّوا۟ فِىٓ أَنفُسِهِمْ نٰدِمِينَ… ..menyesali terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka QS,5 52 yaitu menyesali perbuatan mereka yang berpihak kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani itu. Dengan kata lain, mereka menyesali perbuatan yang mereka lakukan karena usahanya itu tidak dapat memberikan hasil apa pun, tidak pula dapat menolak hal yang mereka hindari, bahkan berpihak kepada mereka merupakan penyebab utama dari kerusakan itu sendiri. Kini mereka keadaannya telah dipermalukan dan Allah telah menampakkan perkara mereka di dunia ini kepada hamba-hambaNya yang beriman, padahal sebelumnya mereka tersembunyi, keadaan dan prinsip mereka masih belum diketahui. Tetapi setelah semua penyebab yang mempermalukan mereka telah lengkap, maka tampak jelaslah perkara mereka di mata hamba-hamba Allah yang mukmin. Orang-orang mukmin merasa heran dengan sikap mereka kaum munafik itu, bagaimana mereka dapat menampakkan diri bahwa mereka seakan-akan termasuk orang-orang mukmin, dan bahkan mereka berani bersumpah untuk itu, tetapi dalam waktu yang sama mereka berpihak kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dengan demikian tampak jelaslah kedustaan dan kebohongan itulah Allah menyebutkan dalam firman-Nya sebagai berikut وَيَقُولُ الَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَهٰٓؤُلَآءِ الَّذِينَ أَقْسَمُوا۟ بِاللَّـهِ جَهْدَ أَيْمٰنِهِمْ ۙ إِنَّهُمْ لَمَعَكُمْ ۚ حَبِطَتْ 53 أَعْمٰلُهُمْ فَأَصْبَحُوا۟ خٰسِرِينَ ﴿المائدة Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan, “inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kalian? “Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi. QS, 5 53 Para ahli ahli qiraah berbeda pendapat sehubungan dengan huruf wawu dari ayat ini. Jumhur ulama menetapkan huruf wawu dalam fir-Nya وَيَقُولُ الَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ Dan orang-orang yang beriman akan mengatakan QS 5 53 Kemudian sebagian dari mereka ada yang membaca rafa’dan mengatakan sebagai ibtida permulaan kalimat. Sebagian dari mereka ada yang me-nasabkannya karenadi-ataf-kan kepada firman-Nya sebagai berikut فَعَسَى اللَّـهُ أَن يَأْتِىَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِّنْ عِندِهِ “Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan kepada Rasul-Nya, atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya”…QS 5 52Dengan demikian, berarti bentuk lengkapnya ialah an-yaqula dan mudah-mudahan orang-orang yang beriman mengatakan..Tetapi ulama Madinah membacanya dengan bacaan berikut يَقُولُ الَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ Orang-orang yang beriman akan mengatakan… QS 5 53Yakni tanpa memakai huruf wawu, demikian pula yang tgertera di dalam mushaf mereka, menurut Ibnu Jarir. Continue Reading
Αбዲςо ሃиςኚхурс յо
У ах
Նևπեρоկ циклο
Լևφоդ сна
membahastentang asbabun nuzul, makiyah dan madaniyah, ilmu qiraat, nasikh wa mansukh, dst. Asbabun nuzul yang menjadi latarbelakang turunnya ayat menjadi salah satu komponen yang sangat penting bagi siapapun yang ingin memahami Al-Qur'an. Belum dianggap cukup untuk memahami al Qur'an hanya berbekal bahasa arab saja, apalagi hanya membacaAsbabun Nuzul 24 an-Nur 3.“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.” QS 24 an-Nur3.Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Ummu Mahzul, seorang wanita pezina, akan dikawini oleh seorang shahabat Nabi saw, Maka turunlah ayat ini QS 24 an-Nur 3 yang menjelaskan bahwa seorang wanita pezina haram dikawini kecuali oleh pezina lagi atau orang yang musyrik. [diriwayatkan oleh an-Nasa’i yang bersumber dari Abdullah bin Umar].Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa Mazid biasa mengangkut barang dagangnya dari al-Anbar ke Mekah untuk dijual di sana. Ia bertemu kembali dengan kawannya, seorang wanita bernama Anaq wanita pezina. Mazid meminta izin kepada Nabi saw, untuk mengawininya. Akan tetapi beliau tidak menjawabnya, sehingga turunlah ayat ini QS 24 an-Nur 3. Rasulullah saw, bersabda “Hai Mazid! Seorang pezina tidak akan mengawini kecuali pezina pula. Oleh karena itu janganlah engkau menikah dengannya.”[Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai dan al-Hakim dari Hadits Amr bin Syu’aib, dari bapaknya yang bersumber dari datuknya]Dalam riwayat lain, dikemukakan ketika Allah mengharamkan zina di sekitar mereka banyak wanita pezina yang cantik-cantik. Berkatalah orang-orang pada saat itu “Janganlah dibiarkan mereka pergi, dan biarkanlah mereka kawin.” Maka turunlah ayat ini QS 24 an-Nur 3 yang menegaskan bahwa wanita pezina hanyalah dikawini oleh laki-laki pezina atau laki-laki musyrik. [Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur yang bersumber dari Mujahid].
AsbabunNuzul Surat Ali Imran Ayat 31. Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir mengetengahkan tiga asbabun nuzul Surat Ali Imran ayat 31 ini. Baca juga: Surat Al Maidah Ayat 48. 3. Allah Maha Pengamun lagi Maha Penyayang. Ayat ini ditutup dengan dua asmaul husna;
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ الماۤئدة ٣Pada ayat yang lalu telah dijelaskan beberapa perbuatan yang diharamkan. Ayat ini menguraikan lebih terperinci makanan-makanan yang diharamkan. Ada sepuluh jenis makanan yang diharamkan, semuanya berasal dari hewan. Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam Surah alAn'a m/6 145, daging babi, dan daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah, demikian pula diharamkan daging hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Hewan yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas adalah halal hukumnya kalau sempat disembelih sebelum mati. Dan diharamkan pula hewan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula mengundi nasib dengan anak panah. Orang Arab Jahiliah menggunakan anak panah untuk menentukan apakah mereka akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Mereka mengambil tiga buah anak panah yang belum memakai bulu, masing-masing anak panah itu ditulis dengan kata-kata "lakukan"," jangan lakukan", dan anak panah yang ketiga tidak ditulis apa-apa. Semua anak panah itu diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Kakbah. Bila mereka hendak melakukan suatu perbuatan, maka mereka meminta agar juru kunci Kakbah mengambil salah satu dari tiga anak panah itu. Mereka melakukan perbuatan atau tidak melakukan perbuatan sesuai dengan bunyi kalimat yang tertulis dalam anak panah yang diambilnya. Kalau yang terambil anak panah yang tidak ada tulisannya, maka undian diulangi sekali lagi. Janganlah melakukan yang demikian itu karena itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini, yaitu pada waktu Haji Wada', haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad, orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa, dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.Diharamkan bagimu bangkai yakni memakannya darah yang mengalir seperti pada binatang ternak daging babi, hewan yang disembelih karena selain Allah misalnya disembelih atas nama lain-Nya yang tercekik yang mati karena tercekik yang dipukul yang dibunuh dengan jalan memukulnya yang jatuh dari atas ke bawah lalu mati yang ditanduk yang mati karena tandukan lainnya yang diterkam oleh binatang buas kecuali yang sempat kamu sembelih maksudnya yang kamu dapati masih bernyawa dari macam-macam yang disebutkan itu lalu kamu sembelih dan yang disembelih atas nama berhala jamak dari nishab; artinya patung dan mengundi nasib artinya menentukan bagian dan keputusan dengan anak panah azlaam jamak dari zalam atau zulam; artinya anak panah yang belum diberi bulu dan ujungnya tidak bermata. Anak panah itu ada tujuh buah disimpan oleh pengurus Kakbah dan padanya terdapat tanda-tanda. Maka tanda-tanda itulah yang mereka ambil sebagai pedoman, jika disuruh mereka lakukan dan jika dilarang mereka hentikan. Demikian itu adalah kefasikan artinya menyimpang dari ketaatan. Ayat ini turun pada hari Arafah masa haji wadak, yaitu haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus-asa terhadap agamamu untuk mengembalikan kamu menjadi murtad setelah mereka melihat kamu telah kuat maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah pada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu yakni hukum-hukum halal maupun haram yang tidak diturunkan lagi setelahnya hukum-hukum dan kewajiban-kewajibannya dan telah Kucukupkan padamu nikmat karunia-Ku yakni dengan menyempurnakannya dan ada pula yang mengatakan dengan memasuki kota Mekah dalam keadaan aman dan telah Kuridai artinya telah Kupilih Islam itu sebagai agama kalian. Maka siapa terpaksa karena kelaparan untuk memakan sesuatu yang haram lalu dimakannya tanpa cenderung atau sengaja berbuat dosa atau maksiat maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun terhadapnya atas perbuatan memakannya itu lagi Maha Pengasih kepadanya dalam memperbolehkannya. Berbeda halnya dengan orang yang cenderung atau sengaja berbuat dosa, misalnya penyamun atau pemberontak, maka tidak halal baginya memakan Swt. memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya melalui kalimat berita ini yang di dalamnya terkandung larangan memakan bangkai-bangkai yang diharamkan. Yaitu hewan yang mati dengan sendirinya tanpa melalui proses penyembelihan, juga tanpa melalui proses pemburuan. Hal ini tidak sekali-kali diharamkan, melainkan karena padanya terkandung mudarat bahaya, mengingat darah pada hewan-hewan tersebut masih tersekap di dalam tubuhnya, hal ini berbahaya bagi agama dan tubuh. Untuk itulah maka Allah dikecualikan dari bangkai tersebut yaitu ikan, karena ikan tetap halal, baik mati karena disembelih ataupun karena penyebab lainnya. Hal ini berdasarkan kepada apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam kitab Muwatta '-nya, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad di dalam kitab musnad masing-masing, Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, Imam Nasa’i, dan Imam Ibnu Majah di dalam kitab sunnah mereka, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban di dalam kitab sahih masing-masing, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah ditanya mengenai air laut. Maka beliau Saw. menjawabLaut itu airnya suci dan menyucikan lagi halal yang sama dikatakan terhadap belalang yakni bangkainya, menurut hadis yang akan dikemukakan berikutnya. Firman Allah Swt....dan dimaksud dengan darah ialah darah yang dialirkan. Sama pengertiannya dengan ayat lain, yaitu firman-Nyaatau darah yang mengalir. Al An'am145Demikianlah menurut Ibnu Abbas dan Sa'id ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Kasir ibnu Syihab Al-Mizhaji, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'id ibnu Sabiq, telah menceritakan kepada kami Amr yakni Ibnu Qais, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah ditanya mengenai limpa. Maka ia menjawab, "Makanlah limpa itu oleh kalian." Mereka berkata, 'Tetapi limpa itu adalah darah?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Sesungguhnya yang diharamkan atas kalian itu hanyalah darah yang mengalir."Abu Abdullah Muhammad ibnu Idris Asy-Syafii mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, dari ayahnya, dari Ibnu Umar secara marfu’ bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda Dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah. Adapun dua jenis bangkai yaitu ikan dan belalang, dan dua jenis darah yaitu hati dan ibnu Bilal —salah seorang yang dinilai Sabat kuat— telah meriwayatkannya dari Zaid ibnu Aslam, dari Ibnu Umar secara mauauf hanya sampai pada Ibnu Umar menurut sebagian dari mereka. Menurut Abu Zar'ah Ar-Razi, yang mengatakan mauquf lebih Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Syuraih, dari Abu Galib, dari Abu Umamah yaitu Sada ibnu Ajlan yang menceritakan, "Rasulullah Saw. pernah mengutusku kepada suatu kaum untuk menyeru mereka kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengajarkan kepada mereka syariat Islam. Lalu aku datang kepada mereka. Ketika kami sedang bertugas, tiba-tiba mereka datang membawa sepanci darah yang telah dimasak manis, kemudian mereka mengerumuninya dan menyantapnya. Mereka berkata, 'Kemarilah hai Sada, makanlah bersama kami'." Sada berkata, "Celakalah kalian, sesungguhnya aku datang kepada kalian dari seseorang Nabi yang mengharamkan makanan ini atas kalian, maka terimalah larangan darinya ini." Mereka bertanya, "Apakah hal yang melarangnya?" Maka aku Sada membacakan kepada mereka ayat ini, yaitu firman-NyaDiharamkan bagi kalian memakan bangkai dan darah., hingga akhir ayat. Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Abusy Syawarib berikut sanadnya dengan lafaz yang semisal. Ia menambahkan sesudah konteks ini bahwa Sada melanjutkan kisahnya, "Maka aku bangkit mengajak mereka untuk masuk Islam, tetapi mereka membangkang terhadapku, lalu aku berkata, 'Celakalah kalian ini, berilah aku air minum, karena sesungguhnya aku sangat haus.' Saat itu aku memakai jubah 'abayah-ku. Mereka menjawab, 'Kami tidak mau memberimu air minum dan kami akan biarkan kamu hingga mati kehausan.' Maka aku menderita karena kehausan, lalu aku tutupkan kain 'abayah-ku ke kepalaku dan tidur di padang pasir di panas yang sangat terik. Dalam tidurku aku bermimpi kedatangan seseorang yang datang membawa sebuah wadah dari kaca yang sangat indah dan belum pernah dilihat oleh manusia. Di dalam wadah itu terdapat minuman yang manusia belum pernah merasakan minuman yang selezat itu. Lalu orang tersebut menyuguhkan minuman itu kepadaku dan aku langsung meminumnya. Setelah selesai minum, aku terbangun. Demi Allah, aku tidak merasa kehausan lagi dan tidak pernah telanjang tidak berpakaian lagi sesudah mereguk minuman tersebut."Imam Hakim meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak-nya, dari Ali ibnu Hammad, dari Abdullah ibnu Ahmad ibnu Hambal, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Salamah ibnu Ayyasy Al-Amiri, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Haram, dari Abu Galib, dari Abu Umamah, lalu ia menuturkan hadis yang semisal. Menurut riwayat ini ditambahkan sesudah kalimat "sesudah mereguk minuman tersebut" hal berikut, yaitu "Maka aku Sada mendengar mereka mengatakan, 'Orang yang datang kepada kalian ini dari kalangan orang hartawan kalian. Mengapa kalian tidak menyuguhkan minuman susu dan air kepadanya?" Maka mereka menyuguhkan minuman air susu yang dicampur dengan air, dan aku katakan kepada mereka, 'Aku tidak memerlukannya lagi. Sesungguhnya Allah telah memberiku makan dan minum.’ lalu aku perlihatkan kepada mereka perutku, hingga semuanya percaya bahwa aku telah kenyang."Firman Allah Swt....dan daging baik yang jinak maupun yang liar. Pengertian lahm mencakup semua bagian tubuh babi, hingga lemaknya. Dalam hal ini tidak diperlukan pemahaman yang 'sok pintar' dari kalangan mazhab Zahiri dalam kestatisan mereka menanggapi ayat ini dan pandangan mereka yang keliru dalam memahami makna firman-Nya—karena sesungguhnya semua itu kotor—atau binatang. Al An'am145Dalam konteks firman-Nyakecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi —karena sesungguhnya semuanya itu kotor— Al An'am145Mereka merujukkan damir yang ada pada lafaz fainnahu kepada lafaz khinzir dengan maksud agar mencakup semua bagian tubuhnya. Padahal pemahaman ini jauh dari kebenaran menurut penilaian lugah bahasa, karena sesungguhnya damir itu tidak dapat dirujuk kecuali kepada mudaf, bukan pengertian lahiriah, kata daging’ mempunyai pengertian yang mencakup semua anggota tubuh dalam terminologi bahasa, juga menurut pengertian tradisi yang dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Buraidah ibnul Khasib Al-Aslami yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabdaBarang siapa yang bermain nartsyir karambol, maka seakan-akan mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah kata lain, bilamana peringatan ini hanya sekadar menyentuh, maka dapat dibayangkan kerasnya ancaman dan larangan bila memakan dan menyantapnya. Di dalam hadis ini terkandung makna yang menunjukkan mencakup pengertian daging terhadap semua anggota tubuh, termasuk lemak dan dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabdaSesungguhnya Allah mengharamkan jual beli khamr. bangkai, daging babi, dan berhala. Maka diajukan pertanyaan, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurutmu tentang lemak bangkai? Karena sesungguhnya lemak bangkai dipakai sebagai dempul untuk melapisi perahu dan dijadikan sebagai minyak untuk kulit serta dipakai sebagai minyak lampu penerangan oleh orang-orang," Rasulullah Saw. menjawab Jangan, itu tetap dalam kitab Sahih Bukhari melalui hadis Abu Sufyan disebutkan bahwa Abu Sufyan mengatakan kepada Heraklius, Raja Romawi, "Beliau Nabi Saw. melarang kami memakan bangkai dan darah." Firman Allah Swt....dan daging hewan yang disembelih atas nama selain hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, hewan tersebut menjadi haram. Karena Allah Swt mengharuskan bila makhluk-Nya disembelih agar disebut asma-Nya Yang karena itu, manakala hal ini disimpangkan diselewengkan dan disebutkan pada hewan tersebut nama selain Allah ketika hendak menyembelihnya, misalnya nama berhala atau tagut atau wasan atau makhluk lainnya, maka sembelihan itu hukumnya haram menurut kesepakatan ulama hanya berselisih pendapat mengenai tidak membaca tasmiyah Basmalah dengan sengaja atau lupa, seperti yang akan diterangkan nanti dalam tafsir surat Al-An' bahwa telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Abdullah, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Mas-'adah, dari Auf, dari Abu Raihanah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan Rasulullah Saw. melarang memakan daging dari pertandingan orang-orang Badui menyembelih ternak Imam Abu Daud mengatakan bahwa Muhammad ibnu Ja'far yaitu Gundar me-mauquf-kan hadis ini pada Ibnu Abbas. Hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud secara Abu Daud mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Zaid ibnu Abuz Zarqa, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Jarir ibnu Hazim, dari Az-Zubair ibnu Hurayyis yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ikrimah mengatakan Sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang memakan makanan hasil pertandingan menyembelih yang dilakukan oleh orang-orang yang Abu Daud mengatakan bahwa kebanyakan orang yang meriwayatkannya selain Ibnu Jarir tidak menyebutkan pada sanadnya nama Ibnu Abbas. Hadis ini diriwayatkan secara munfarid pula. Firman Allah Swt....dan hewan yang hewan ternak yang mati tercekik, baik disengaja ataupun karena kecelakaan, misalnya tali pengikatnya mencekiknya karena ulahnya sendiri hingga ia mati, maka hewan ini haram lafaz mauquzah artinya hewan yang mati dipukuli dengan benda berat, tetapi tidak tajam. Menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, mauauzah ialah hewan yang dipukuli dengan kayu hingga sekarat, lalu mengatakan, orang-orang Jahiliah biasa memukuli hewannya dengan tongkat sampai mati, lalu mereka dalam kitab sahih disebutkan bahwa Addi ibnu Hatim pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membidik hewan buruan dengan lembing dan mengenainya." Rasulullah Saw. bersabdaApabila kamu melempar buruan dengan lembingmu, lalu menusuknya, maka makanlah. Jika yang mengenainya adalah bagian sampingnya, sesungguhnya hewan buruan itu mati terpukul, maka janganlah kamu hal ini dibedakan antara sasaran yang dikenai oleh anak panah dan tombak serta sejenisnya, yakni dengan bagian yang tajamnya, maka hukumnya halal. Sedangkan hewan yang dikenai oleh bagian sampingnya maka hewan itu dihukumi mati karena terpukul, sehingga tidak halal. Demikianlah yang disepakati di kalangan ulama fiqih."Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami akan bersua dengan musuh besok, sedangkan kami tidak mempunyai pisau. Bolehkah kami menyembelih dengan aasab welat bambu'?" Rasulullah Saw. menjawab Apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan asma Allah ketika menyembelihnya, maka makanlah sembelihan itu oleh secara lengkapnya terdapat di dalam kitab ini sekalipun dinyatakan karena penyebab yang khusus, tetapi hal yang dianggap ialah keumuman lafaznya menurut jumhur ulama usul dan ulama fiqih. Perihalnya sama dengan suatu pertanyaan yang pernah diajukan kepada Nabi Saw. mengenai al-bit'u, yaitu minuman nabiz yang terbuat dari madu. Beliau Saw. menjawab melalui sabdanyaSemua jenis minuman yang memabukkan hukumnya adakah seorang ahli fiqih yang mengatakan bahwa lafaz ini hanya khusus berkaitan dengan minuman madu? Perihalnya sama saja ketika mereka bertanya kepada Nabi Saw. tentang suatu sembelihan. Beliau menjawab mereka dengan kata-kata yang mengandung makna umum yang membuat si penanya —juga yang lainnya— berpikir mencernanya, mengingat Nabi Saw. telah dianugerahi jawami'ul hal ini telah jelas, maka binatang buruan yang ditabrak oleh anjing pemburu atau yang ditindihinya dengan berat badannya hingga mati bukan termasuk hewan yang dialirkan darahnya. Karena itu, hewan buruan tersebut tidak halal. Demikianlah makna yang terkandung di dalam hadis dikatakan bahwa hadis yang dimaksud sama sekali bukan termasuk ke dalam bab ini, karena mereka menanyakan kepada Nabi Saw. tentang alat yang dipakai untuk menyembelih, dan mereka tidak menanyakan tentang sesuatu yang disembelih. Karena itulah dikecualikan dari alat tersebut gigi dan kuku. Hal ini diungkapkan melalui sabdanyaTidak boleh memakai gigi dan kuku, aku akan menceritakan kepada kalian mengenainya. Adapun gigi berasal dari tulang, dan kuku adalah pisau orang-orang mustasna menunjukkan jenis dari mustasha minhu. Jika tidak demikian, berarti tidak muttasil berkaitan. Dengan demikian, maka hal ini menunjukkan bahwa yang ditanyakan adalah alatnya, sehingga tidak ada dalil bagi apa yang Anda jawabannya dapat dikatakan bahwa di dalam alasan yang Anda kemukakan terkandung hal yang sulit Anda cerna, mengingat sabda Nabi Saw. mengatakanAlat apa saja yang dapat mengalirkan darah dan disebutkan asma Allah padanya, maka makanlah oleh kalian sembelihan hadis ini tidak disebutkan, "Maka sembelihlah hewan itu dengan alat tersebut." Dengan demikian, berarti dari hadis ini dapat disimpulkan dua hukum sekaligus, yaitu mengenai hukum alat yang dipakai untuk menyembelih dan hukum hewan yang disembelih, darahnya harus dialirkan dengan alat yang bukan berupa gigi, bukan pula kuku. Ini adalah suatu yang kedua menurut cara Al-Muzanni, yaitu masalah anak panah dijelaskan padanya, bahwa jika binatang buruan terkena bagian sampingnya kayunya, tidak boleh dimakan, jika tertembus oleh anak panahnya, boleh dimakan. Sedangkan dalam masalah anjing pemburu disebutkan secara mudak, karena itu masalahnya diinterpretasikan dengan rincian yang ada pada masalah anak panah, yaitu yang menembus sasarannya. Karena kedua masalah tersebut mempunyai persamaan pada subyeknya, yaitu binatang buruan, untuk itulah wajib dalam masalah ini disamakan dengan masalah anak panah, sekalipun penyebabnya berbeda. Perihalnya sama dengan wajib mengartikan mutlaknya merdeka dalam masalah zihar terhadap masalah keterikatan merdeka dengan sumpah dalam masalah pembunuhan. Bahkan dalam masalah yang sedang kita bahas ini lebih utama, hal ini akan dimengerti oleh orang yang memahami kaidah asal pokok mengenainya secara apa adanya. Kaidah ini tiada yang memperselisihkannya di antara para ulama yang bersangkutan secara menyeluruh. Sudah merupakan suatu keharusan bagi mereka menanggapi masalah ini. Seseorang boleh mengatakan bahwa hewan buruan ini dibunuh oleh anjing pemburu dengan berat badannya, maka hewan buruan ini tidak halal karena dikiaskan kepada masalah hewan buruan yang terbunuh oleh bagian samping anak panah yakni terpukul olehnya. Kesamaan yang ada dalam kedua masalah ialah masing-masing dari keduanya menggunakan alat berburu, sedangkan binatang buruan mati karena beratnya alat dalam masing-masing kasus. Hal ini tidak bertentangan dengan keumuman makna ayat mengenainya, karena kias didahulukan atas keumuman makna, seperti yang dianut oleh mazhab para imam yang empat dan jumhur ulama. Analisis ini dinilai baik lainnya mengatakan bahwa firman Allah Swt. yang mengatakanMaka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk kalian. Al Maidah4Mengandung makna yang umum mencakup hewan buruan yang mati karena luka atau lainnya. Tetapi hewan yang terbunuh dengan cara tersebut dan masih diperselisihkan kehalalannya, tidak terlepas adakalanya mati karena tertanduk atau cara lain yang sama hukumnya, atau tercekik, atau cara lain yang sama keadaan bagaimanapun wajib memprioritaskan ayat ini atas dalil-dalil lainnya, karena alasan-alasan berikutPertama, Pentasyri' menetapkan hukum ayat ini dalam kasus perburuan. yaitu ketika beliau mengatakan kepada Addi ibnu Hatim, Dan Jika hewan buruan itu terkena oleh bagian sampingnya, sesungguhnya hewan itu sama dengan mati karena terpukul. Maka janganlah kamu memakannya!"Kami belum pernah mengetahui ada seorang ulama yang memisahkan antara suatu hukum dengan hukum ayat ini, lalu ia mengatakan bahwa sesungguhnya hewan yang mati terpukul dapat dimakan bila merupakan hasil dari perburuan, sedangkan kalau yang tertanduk tidak dapat dimakan. Dengan demikian, berarti pendapat membolehkan hal yang diperselisihkan kehalalannya melanggar kesepakatan ijma', bukan sebagai orang yang mendukung ijma', dan hal ini dilarang menurut kebanyakan bahwa firman-Nya yang mengatakanMaka makanlah dari apa yang ditangkapnya untuk mengandung makna yang umum secara ijma', melainkan dikhususkan bagi hewan buruan yang dapat dimakan dagingnya. Dikecualikan dari keumuman makna lafaznya hewan yang tidak boleh dimakan, menurut kesepakatan ulama. Sedangkan pengertian umum yang telah dikenal harus lebih didahulukan daripada yang tidak di lain mengatakan bahwa binatang buruan seperti itu sama hukumnya dengan bangkai, karena darahnya tertahan, begitu pula cairan lainnya yang mengikutinya, maka hukumnya tidak halal karena dikiaskan kepada lainnya mengatakan bahwa ayat tahrim yang mengatakanDiharamkan bagi kalian bangkai., hingga akhir ayatbersifat muhkam, tidak ada nasakh, dan tidak ada takhsis yang memasukinya. Demikian juga selayaknya ayat tahlil bersifat muhkam pula. Yang dimaksud dengan ayat tahlil ialah firman Allah Swt.Mereka menanyakan kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagi kalian yang baik-baik." Al Maidah4, hingga akhir selayaknya tidak boleh ada pertentangan di antara keduanya secara mendasar, dan datanglah peran sunnah yang menjelaskan hal buktinya ialah disebutkan dalam kisah berburu memakai anak panah hukum yang termasuk ke dalam makna ayat ini, yaitu bila hewan buruan tersebut tertembus oleh anak panah, maka hukumnya halal karena termasuk ke dalam pengertian tayyibat yang baik-baik. Sedangkan dalam waktu yang sama ada pula pada hadis ini pengertian yang termasuk ke dalam hukum ayat tahrim. Yaitu bilamana hewan buruan mati terkena bagian sampingnya, maka ia tidak boleh dimakan, karena sama saja dengan mati terpukul. Dengan demikian, masalahnya termasuk ke dalam salah satu dari rincian makna ayat pula sudah seharusnya disamakan hukum hewan buruan yang dilukai oleh anjing pemburu, maka hewan buruan tersebut termasuk ke dalam hukum ayat tahlil. Jika tidak dilukai, melainkan ditabrak —atau binatang buruan mati karena tertanduk— atau hal lainnya yang sama hukumnya, maka hewan buruan tersebut tidak ditanyakan, "Mengapa tidak ada rincian dalam hukum berburu memakai anjing pemburu? Tetapi menurut kalian, bila hewan buruan dilukai, hukumnya halal, dan bila tidak dilukai, hukumnya haram?"Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa hal tersebut jarang, mengingat anjing pemburu selalu membunuh hewan buruannya dengan kuku atau dengan taring atau dengan keduanya. Sedangkan deraan cara menabrak hewan buruannya, hal ini jarang sekali terjadi. Jarang pula terjadi anjing pemburu membunuh hewan buruannya dengan menindihnya. Karena itu, tidak diperlukan adanya pengecualian hal seperti itu, mengingat kejadiannya sangat langka. Atau memang masalahnya sudah jelas hukumnya bagi orang yang mengetahui haramnya bangkai, hewan yang mati tercekik, hewan yang mati terpukul, hewan yang mati jatuh dari ketinggian, dan hewan yang mati karena tertanduk. Mengenai masalah berburu memakai anak panah tombak, adakalanya si pelempar pemburu melenceng bidikannya karena kurang pandai atau sengaja bermain-main atau karena lain-lainnya, bahkan kelirunya lebih banyak daripada mengenai buruannya. Karena itulah masing-masing hukumnya disebutkan secara itulah anjing pemburu itu adakalanya memakan sebagian binatang buruannya. Maka disebutkan hukumnya secara rinci, yaitu apabila anjing pemburu memakan sebagian dari binatang buruannya. Untuk itu Nabi Saw. bersabdaJika anjing itu memakannya, maka janganlah kamu makan, karena sesungguhnya aku merasa khawatir bila anjing itu menangkap buruan untuk dirinya sendiri bukan untuk tuan yang melepaskannya.Hadis ini sahih dan terdapat di dalam kitab Sahihain. Hukum yang disebutkan dalam hadis ini pun merupakan takhsis dari keumuman makna ayat tahlil menurut kebanyakan ulama. Mereka mengatakan, tidak halal hasil buruan yang anjing pemburunya memakannya. Demikian riwayat yang bersumber dari Abu Hurairah dan Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan, Asy-Sya'bi, dan An-Nakha'i. Pendapat ini pulalah yang dipegang oleh Imam Abu Hanifah dan kedua temannya, juga Imam Ahmad ibnu Hambal dan Imam Syafii menurut pendapat yang terkenal Jarir meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya, dari Ali, Sa'id, Salman, dan Abu Hurairah, Ibnu Umar serta Ibnu Abbas radhiyallahu anhum, bahwa binatang buruan boleh dimakan sekalipun anjing pemburunya memakan sebagian darinya. Hingga Sa'id, Salman, dan Abu Hurairah serta lain-lainnya mengatakan bahwa hewan buruan masih boleh dimakan sekalipun tiada yang tersisa kecuali hanya sepotong daging ini dipegang oleh Imam Malik, dan Imam Syafii dalam qaul qadim-nya mengatakan masalah ini. Tetapi dalam qaul jadid-nya. hanya mengisyaratkan kepada dua pendapat Demikian itu kata Imam Abu Nasr ibnu Sabbag dan lain-lainnya dari kalangan teman-temannya. Imam Abu Daud telah meriwayatkan dalam pendapatnya yang didasari dengan hadis yang bersanadkan jayyid lagi kuat dari Abu Sa'labah Al-Khusyani, dari Rasulullah Saw. Disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda mengenai anjing pemburuApabila kamu melepaskan anjing pemburumu dan kamu menyebutkan nama Allah, maka makanlah hasil buruannya, sekalipun anjingmu memakan sebagian darinya, dan makan pulalah apa yang kamu tarik dengan Nasai meriwayatkannya pula melalui hadis Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa seorang Arab Badui yang dikenal dengan nama Abu Sa'labah bertanya.”Wahai Rasulullah," lalu ia menyebutkan hadis yang ibnu Jarir mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Bakkar Al-Kala'i, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Musa yaitu Al-Lahuni, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Dinar yakni At-Tahii. dari Abu Iyas yaitu Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman Al-Farisi, dari Rasulullah Saw. yang telah bersabda Bilamana seorang lelaki melepaskan anjing pemburunya terhadap hewan buruan, lalu anjing dapat menangkapnya dan memakan sebagian dari hewan buruannya, maka hendaklah ia memakan sisanya. Kemudian Ibnu Jarir menganalisis hadis ini, bahwa hadis ini telah diriwayatkan oleh Qatadah dan lain-lainnya, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Salman secara pendapat jumhur ulama, mereka mendahulukan hadis Addi atas hadis ini, dan mereka menganggap daif hadis Abu Sa'labah dan sebagian ulama ada yang mengulasnya, jika anjing pemburu memakan hewan buruannya sesudah lama menunggu tuannya dan ternyata masih belum datang juga, lalu ia memakannya karena lapar dan faktor lainnya, maka hewan buruan tersebut hukumnya tidak mengapa halal, demikianlah rinciannya secara panjang lebar. Karena dalam keadaan seperti itu tidak dikhawatirkan bahwa anjing tersebut menangkap hewan buruannya hanya untuk dirinya sendiri. Lain halnya jika anjing pemburu memakannya begitu dia menangkap hewan buruannya, dalam keadaan seperti ini tampak jelas bahwa dia menangkap hewan buruan itu untuk dirinya burung-burung pemangsa —menurut nas Imam Syafii— sama hukumnya dengan anjing pemburu. Dengan kata lain. haram hukumnya bila ia memakannya, menurut jumhur ulama, dan tidak haram, menurut ulama dari kalangan teman kami memilih pendapat yang mengatakan tidak haram memakan hasil buruan burung pemangsa yang telah dimakan sebagiannya oleh burung yang memangsanya dan hewan pemburu lainnya. Pendapat ini dikatakan oleh mazhab Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad. Mereka mengatakan bahwa dikatakan demikian karena tidak mungkin mengajari burung pemangsa seperti mengajari anjing pemburu, misalnya memakai sarana pemukul dan sarana lainnya yang digunakan untuk mengajari anjing. Lagi pula burung pemangsa yang dijadikan hewan pemburu tidak mengetahui melainkan dia memakan sebagian dari binatang buruannya, karena itu keadaannya dimaafkan. Nas yang ada hanyalah menyebutkan rincian tentang anjing pemburu, bukan burung Abu Ali mengatakan di dalam kitab Ifsah-nya, jika kita katakan haram memakan hewan buruan yang telah dimakan oleh anjing pemburu sebagiannya, maka dalam masalah hewan buruan yang dimakan oleh burung pemburu ada dua pendapat. Tetapi Abut Tayyib Al-Qadi menolak adanya rincian dan urutan ini pada nas Imam Syafii yang menunjukkan adanya persamaan di antara dimaksud dengan mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh dari ketinggian atau tempat yang tinggi, lalu mati, hukumnya tidak ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh dari atas mengatakan bahwa mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh ke dalam mengatakan bahwa mutaraddiyah ialah hewan yang jatuh dari bukit atau terperosok ke dalam sumur yang dalam, lalu artinya hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya, maka hewan ini haram hukumnya, sekalipun terluka oleh tanduk dan darahnya keluar, sekalipun dari bagian ber-wazan fa'ilah. sedangkan maknanya maf'ulah,yakni hewan yang ditanduk. Bentuk lafaz ini kebanyakan di kalangan orang-orang Arab dalam pemakaiannya tidak memakai huruf ta ta-nis. mereka mengucapkannya 'ainun kahllun mata yang bercelak, kaffun khadibun tangan yang memakai pacar. Mereka tidak mengucapkannya kaffun khadibah, tidak pula 'ainun kahilah. Dalam lafaz ini sebagian kalangan ahli Nahwu mengatakan bahwa sesungguhnya pemakaian ta ta-nis dalam lafaz ini tiada lain karena dikategorikan ke dalam isim, sama halnya dengan perkataan mereka tariqa-tun tawilah jalan yang panjang.Sebagian lain dari kalangan ahli Nahwu mengatakan bahwa sesungguhnya pemakaian ta ta-nis dalam lafaz ini hanyalah untuk menunjukkan arti ta-nis sejak pemakaian semula, lain halnya dengan lafaz 'ainun kahilun dan kaffun khadibun, karena ta ta-nis telah dimengerti dari permulaan Allah Swt....dan yang diterkam binatang hewan yang diterkam oleh singa atau harimau atau macan tutul atau oleh serigala atau oleh anjing liar, lalu dimakan sebagiannya dan mati, maka hewan tersebut haram hukumnya, sekalipun telah mengalir darahnya, dan yang dilukai pada bagian penyembelihannya, hukumnya tetap tidak halal menurut orang-orang Jahiliah memakan lebihan dari apa yang dimangsa oleh binatang pemangsa, baik yang dimangsa itu kambing, atau unta atau sapi atau ternak lainnya. Kemudian Allah Swt. mengharamkan hal itu bagi kaum Allah Swt....kecuali yang sempat kalian menyembelihnya,Istisna dalam lafaz ayat ini kembali kepada apa yang mungkin pengembaliannya dari hal-hal yang telah ditetapkan menjadi penyebab kematiannya, lalu sempat ditanggulangi dengan menyembelihnya, sedangkan hewan yang dimaksud masih dalam keadaan hidup yang stabil. Tempat kembali dari istisna ini tiada lain hanyalah pada firman-Nyahewan yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang ibnu AbuTalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya...Kecuali yang sempat kalian menyembelihnya., Yakni kecuali hewan-hewan tersebut yang kalian sempat menyembelihnya, sedangkan pada tubuhnya masih terdapat rohnya. Maka makanlah oleh kalian, karena hewan tersebut sama hukumnya dengan yang disembelih. Hal yang sama diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, Al-Hasan Al-Basri, dan Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Gayyas, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali sehubungan dengan ayat ini, bahwa jika hewan yang dimaksud masih menggerak-gerakkan telinganya, atau menendang-nendang dengan kakinya atau matanya masih melirik-lirik saat kalian menyembelihnya, maka makanlah hewan Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Hasyim dan Abbad, keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Husain, dari Asy-Sya'bi, dari Al-Haris, dari Ali yang mengatakan, "Jika hewan yang dipukul, yang jatuh, dan yang ditanduk masih sempat disembelih dalam keadaan masih sempat menggerak-gerakkan kaki depan atau kaki belakangnya, maka makanlah hewan tersebut."Ibnu Wahb mengatakan bahwa Imam Malik pernah ditanya tentang kambing yang dirobek tubuhnya oleh binatang pemangsa hingga ususnya keluar. Imam Malik menjawab, "Menurut pendapatku, kambing tersebut tidak boleh disembelih, apakah manfaat penyembelihan dari kambing yang keadaannya sudah demikian?"Asyhab mengatakan bahwa Imam Malik pernah ditanya mengenai masalah dubuk yang menerkam domba dan mematahkan punggungnya, "Apakah domba itu boleh disembelih sebelum ia mati, lalu dimakan?"Hai orang-orang yang beriman, diharamkan bagi kalian memakan daging bangkai binatang yang mati dengan tidak disembelih, darah yang mengalir, daging babi, binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah, binatang yang mati tercekik, binatang yang mati dipukul, binatang yang mati karena jatuh, binatang yang mati ditanduk oleh binatang lain, dan binatang yang mati dimakan binatang buas. Tetapi jika binatang itu masih hidup dan halal untuk dimakan, lalu kamu menyembelihnya, maka binatang itu halal. Allah mengharamkan kepada kalian binatang yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada berhala, mengetahui sesuatu yang telah ditentukan di alam gaib dengan cara undian dengan melempar anak panah. Memakan makanan yang telah diharamkan Allah itu adalah dosa besar dan merupakan sikap tidak patuh kepada Allah. Mulai sekarang telah pupus harapan orang kafir untuk menghapus agama kalian. Maka, jangan khawatir mereka akan dapat menguasai kalian, dan jangan berani melanggar perintah-Ku. Hari ini Aku sempurnakan hukum-hukum agama, Aku sempurnakan nikmat-Ku kepada kalian dengan memberikan kejayaan dan menguatkan pendirian kalian, dan Aku jadikan Islam sebagai agama kalian. Barangsiapa terpaksa memakan makanan yang diharamkan Allah karena alasan lapar dan demi mempertahankan diri dari kematian, dengan tidak cenderung berbuat maksiat, maka sesungguhnya Allah akan mengampuni orang yang terpaksa atas makanan yang dimakannya demi mempertahankan hidup. Allah Maha Penyayang kepadanya dalam hal-hal lain yang dibolehkan1. 1 Kematian binatang dapat disebabkan oleh ketuaan, penyakit organik, parasit, atau karena terkena racun luar yang, dengan sendirinya, mengakibatkan daging binatang itu mengandung zat yang membahayakan pemakannya. Lebih dari itu, binatang yang mati bukan karena disembelih, darahnya akan mengalami pemacetan. Keadaan seperti itu dapat berlangsung lama dan sulit diketahui dengan pasti, sehingga dapat mengakibatkan disolusi dan kerusakan. Darah merupakan saluran yang mengandung seluruh zat metabolis asimilasi yang sebagiannya bermanfaat dan yang lain berbahaya. Zat yang membahayakan itu dapat merusak anggota tubuh yang dapat menghilangkan dan mengeluarkan racun yang ada dalam tubuh. Selain itu, di dalam darah juga terdapat racun yang dikeluarkan oleh hewan-hewan parasit dalam tubuh. Di antara hewan parasit yang hidup dalam tubuh manusia itu banyak yang melalui beberapa fase, ada yang panjang dan ada juga yang pendek. Karena alasan-alasan itulah, terutama, memakan darah diharamkan. Sedangkan babi merupakan binatang yang mudah terserang hewan parasit yang menyerang tubuh manusia seperti berbagai virus, sporadis, leptoseri dan protozoa, cacing pipih dan cacing gelang. Di antara parasit yang paling berbahaya adalah a. Hewan ciliata yang diberi nama antidium-colay yang dapat menyebabkan disentri plantidi yang ganasnya sama dengan disentri amuba. Sumber satu-satunya penyakit ini adalah babi. Penyakit ini hanya akan menyerang orang yang memelihara dan menyembelih serta menjual-beli danging babi. b. Gelendong hati dan usus yang berjangkit di negara-negara Timur Jauh, khususnya gelendong usus besar yang banyak menyebar di Cina, gelendong usus kecil yang banyak berjangkit di Bangladesh, Burma dan Asam, dan gelendong hati yang banyak tersebar di Cina, Jepang dan Korea. Nah, babi merupakan binatang yang banyak menyimpan parasit-parasit ini. Oleh karena itu, pembasmian penyakit yang diakibatkan oleh parasit-parasit ini tidak dapat dilakukan hanya pada manusia penderita, tetapi juga harus sampai kepada sumber asalnya babi. c. Cacing pita yang ada dalam tubuh babi. Sel telur cacing ini berpindah dari manusia kepada babi yang melahirkan cacing ganda dalam daging babi. Cacing itu kemudian berpindah lagi kepada manusia yang memakan daging babi dan cacing pita yang hidup dan berkembang di dalam usus. Pada dasarnya penyakit ini tidak begitu berbahaya, karena hampir sama dengan cacing pita yang terdapat dalam daging sapi. Tetapi cacing pita yang terdapat dalam daging babi sangat berbeda dengan cacing pita yang ada dalam daging sapi. Apabila sel telur cacing itu tertelan oleh manusia melalui tangannya yang kotor, atau melalui makanan yang kotor, atau apabila ia memotong bagian cacing yang mengandung telur, atau memotong telur cacing dari ususnya hingga telur itu pecah dan larvanya mengena bagian otot yang bersangkutan, maka hal itu kemungkinan besar menyebabkan kematian apabila menyerang otak, urat saraf, atau hati dan organ penting lainnya. Penyakit berbahaya seperti ini hampir tidak kita dapatkan di negara-negara Islam, karena Islam telah mengharamkan memakan daging babi. d. Cacing berbentuk spiral. Terjangkitnya seseorang dengan cacing spiral yang larvanya berceceran pada otot-ototnya akan menyebabkan penyakit yang sangat berbahaya, seperti rematik, sulit mengunyah dan bernafas serta menggerakkan mata, radang otak dan jaringan urat saraf serta radang selaput otak. Penyakit urat saraf dan otak yang menyebabkan keracunan, stress dan komplikasi. Jika seseorang terkena penyakit yang mematikan ini, ia akan meninggal dunia dalam jangka waktu antara empat sampai enam minggu. Dan babi adalah penyebab utamanya. Penyakit ini banyak menyebar di Eropa, Amerika Serikat dan Amerika Selatan. Sedangkan di dunia Islam, alhamdulillah, penyakit seperti ini tidak banyak berjangkit. Usaha untuk mencegah berjangkitnya penyakit ini dilakukan dengan cara memelihara babi secara sehat dan pengobatan secara medis terhadap daging babi. Tetapi itu semua tidak membuahkan hasil. Sebagai contoh, Amerika Serikat adalah salah satu dari tiga negara terbesar di dunia yang terjangkit penyakit ini, mencapai 16%. Jumlah ini sangat jauh dari yang sebenarnya. Di negara-negara bagian Amerika Serikat persentase berjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh babi ini berkisar antara 5%-27%. Selain itu, lemak minyak babi sangat berbeda dengan minyak nabati dan lemak hewani lainnya. Oleh karena itu, kelayakan daging babi untuk digunakan sebagai bahan makanan sangat diragukan sebagian besar ahli. Hal ini dijelaskan oleh Prof. Ram, seorang ahli kimia dari Denmark yang memperoleh hadiah nobel, bahwa seseorang tidak boleh banyak mengkonsumsi minyak babi karena akan menyebabkan penyakit empedu dan menutupi salurannya, pengerasan urat nadi dan penyakit jantung. Perlu disebutkan di sini bahwa jumhûr mayoritas ahli hukum Islam mengartikan kata "lahm" sebagai 'daging', termasuk 'lemak'. Sedangkan soal hewan yang disembelih dengan tidak menyebut nama Allah, dan hewan yang yang disembelih dengan nama berhala, berkaitan dengan persoalan ibadah. Sedang hewan yang mati tercekik, terpukul, mati ditanduk dan diterkam binatang buas, mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan bangkai, meskipun sebab kematiannya oleh Ibnu Mandah di dalam kitab ash-Shahaabah, dari Abdullah bin Jabalah bin Hibban bin Hajar, dari bapaknya, yang bersumber dari datuknya hibban bin Hajar bahwa ketika Hibban sedang menggodok daging bangkai, Rasulullah saw. ada bersamanya. Maka turunlah ayat ini al-Maaidah 3 yang mengharamkan bangkai. Seketika itu juga isi panci itu dibuang.
Selainmenganggap Isa al-Masih sebagai Tuhan, mereka juga menuhankan yang lainnya. Karena itu sungguh, telah kafir orang-orang yang dengan sadar mengatakan bahwa Allah itu adalah salah satu dari tuhan 5:73, 5 73, 5-73, Surah Al Maa'idah 73, Tafsir surat AlMaaidah 73, Quran Al Maidah 73, AlMaidah 73, Al-Ma'idah 73, Surah Al Maidah ayat 73, #Ibnu'Asakir meriwayatkan dalam kitab Al-Mubhamaat, "Saya menemukan tulisan tangan dari Ibnu Basykual yang menyebutkan bahwa Abu Bakar bin Abi Dawud meriwayatkan dalam kitab tafsirnya, 'Ayat ini turun berkenaan dengan Abi Hindun. Suatu ketika, Rasulullah menyuruh Bani Bayadhah untuk menikahkan Abu Hindun ini dengan wanita dari suku mereka.IbnuBaththal berkata, "Ayat yang dimaksud adalah ayat dalam surah an-Nisaa'. Alasannya, ayat tentang tayammum dalam surah al-Maa'idah disebut juga dengan ayat wudhu, sedangkan dalam ayat surah an-Nisaa' tidak disebutkan tentang wudhu sama sekali. Dengan ini maka jelaslah pengkhususan ayat an-Nisaa' ini sebagai ayat tayammum.".
.